Minggu, 28 November 2010

KOPERASI SIMPAN PINJAM HARUS TERAPKAN SISTEM HATI-HATI

Koperasi Simpan-Pinjam Harus Terapkan Prinsip Kehati-hatian


Jumat, 24 Juli 2009

PRINSIP kehati-hatian atau prudent mutlak diperlukan di dunia bisnis keuangan yang bergerak pada sektor pemberian pinjaman atau kredit, seperti perbankan dan koperasi simpan-pinjam. Tanpa itu, risiko besar seperti kebangkrutan bakal mengancam usaha tersebut.

Kasus itu pernah terjadi di dunia perbankan kita, tatkala negeri ini dilanda krisis moneter pada 1998. Saat itu, banyak bank, khususnya yang tidak sepenuhnya menerapkan prinsip prudent, kolaps. Pemilik dan pengelola pasrah, aset-asetnya diambil alih oleh pemerintah (Badan Penyehatan Perbankan Nasional/BPPN) untuk menutup utangnya. Ratusan karyawannya pun terpaksa di-PHK (pemutusan hubungan kerja).

Mestinya perbankan paham betul tentang prinsip prudential itu, dan melaksanakannya dengaan sungguh-sungguh. Sebab sebagai lembaga keuangan yang melaksanakan fungsi intermediasi harus senantiasa hati-hati dalam mengelola dana likuid dari masyarakat.

Bertolak dari pengalaman pahit itu, koperasi simpan-pinjam (KSP) sebagai lembaga keuangan yang juga mengelola dana likuid mestinya juga harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam mengelola usahanya, agar terhindar dari keterpurukan atau kebangkrutan.

Jika tidak, kasus kebangkrutan Koperasi Serba Usaha (KSU) �Milik Bersama� di Makassar, Koperasi �Karangasem Membangun� di Bali, dan sejumlah KSP lainnya yang kemudian menjadi masalah, bakal terulang lagi.


Faktor Penyebab

Dari pengalaman kegagalan KSP-KSP yang pernah terjadi itu, menurut Deputi Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) Kementerian Koperasi dan UKM Neddy Rafinaldy Halim, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya. Uniknya, sumber kegagalan itu umunya berasal dari dalam koperasi itu sendiri.

Penyebab kegagalan itu antara lain, pertama, organisasi dalam lembaga yang tidak harmonis. Di KSP masih sering dijumpai tidak adanya pembagian tugas yang baik, sehingga fungsi kontrol antarlini tidak berjalan dengan baik. Kondisi seperti ini boleh jadi karena pengurus kurang memahami bahwa KSP mengelola dana likuid.

Karena itu, organisasi itu mestinya dilengkapi dengan berbagai peraturan khusus sebagai pedoman operasional usaha dan organisasi. �KSP tidak boleh hanya mengandalkan aturan dari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga saja. Hal-hal yang dalam AD dan ART belum secara terperinci diatur, harusnya diatur dalam peraturan tersendiri,� kata dia.

KSP yang tidak memunyai peraturan khusus, sebagai penjabaran dari AD dan ART, dapat dipastikan KSP tersebut hanya mengandalkan figur seseorang, tapi tidak membangun sistem. Hal ini akan menjadi penyebab runtuhnya KSP manakala figur dominan tersebut sudah tidak ada. Pasca hilangnya figur dominan, biasanya akan terjadi perebutan wewenang dan kekuasaan. Hal ini akan membawa KSP pada kondisi tidak terkontrol lagi.

Penyebab kedua, pengelolaan dana yang tidak tepat. Modal sendiri KSP umumnya sangat terbatas. Sebagai jalan keluar untuk meningkatkan pelayanan pemberian pinjaman maka KSP mengembangkan berbagai macam tabungan yang tentu saja harus membawa konsekuensi adanya beban bunga.

Seiring dengan berkembangnya usaha, pengurus umumnya mulai berpikir-pikir penambahan berbagai sarana dan prasarana kantor, misalnya kantor dan sarana kendaraan. Dari sinilah awal mulai petaka itu, kalau sampai pengurus memutuskan membeli kantor, sarana, kendaraan dengan menggunakan dana yang berasal dari pinjaman. �Jadi dana tabungan atau pinjaman harus penuh dikelola dan disalurkan dalam bentuk pinjaman,� kata dia.

Ketiga, pinjaman tidak menyebar kepada anggota dalam jumlah yang lebih besar. KSP memang didirikan oleh anggota yang sebagian besar memiliki aktivitas usaha sehingga memerlukan dukungan permodalan dalam bentuk pinjaman. Kendati demikian, banyak sekali dijumpai di KSP, karena pengurus juga seorang anggota yang punya usaha. Pengurus memaksakan diri untuk lebih diutamakan memperoleh pinjaman bahkan tidak jarang dijumpai, pinjaman kepada pengurus lebih dominan jumlahnya.

Modusnya bisa saja bukan pengurus yang langsung pinjam, tapi dapat saja anggota lain yang menjadi grupnya pengurus. Ini sangat rawan, sebab jika terjadi kemacetan pasti besar pengaruhnya bagi kelangsungan hidup KSP yang bersangkutan.

Keempat, tidak memahami fungsi Intermediasi. KSP adalah sebagai lembaga keuangan yang melaksanakan fungsi intermediasi, yaitu mengumpulkan dan menyalurkan kembali dalam bentuk pinjaman kepada anggota. Namun demikian, karena tergiur oleh suatu bisnis yang sedang tren yang untungnya besar, atau karena dipengaruhi oleh orang-orang di sekitarnya yang tidak paham tentang fungsi intermediasi maka pengurus melakukan investasi usaha di sektor riil, padahal jelas hal ini sangat dilarang.

Mengapa KSP tidak boleh melakukan investasi di sektor riil? Jawabannya adalah karena dana yang dikumpulkan berupa aset likuid dan menanggung beban bunga maka harus diinvestasikan pula pada aset liquid dalam bentuk pinjaman. Sebab, kalau diinvestasikan di waserda, rumah makan, pabrik, peternakan, bahkan ada yang digunakan untuk membuat rumah sakit maka KSP tersebut akan hancur dalam waktu yang tidak lama.


SDM Tak Kompeten

Penyebab kelima adalah sumber daya manusia (SDM) yang tidak kompeten. Sebagai lembaga keuangan, KSP tidak boleh dikelola oleh sembarang orang. Pengurus atau orang yang bekerja di KSP harus orang-orang yang kompeten di bidang simpan-pinjam. Dan itu harus disiapkan sejak KSP tersebut berdiri.

Namun, fakta di lapangan yang terjadi, selama ini adalah sebagian besar KSP hanya memiliki SDM yang pas-pasan atau di bawah standar. Aibatnya, pengelolanya akan banyak terjadi penyimpangan, kesalahan, dan tidak mampu menyelesaikan masalah. Dari sisi administrasi, mereka umumnya mencampur aduk fungsi-fungsi pencatatan, penyimpanan, survei, analisis, dan pengambilan keputusan.

Akibat tak tertibnya administrasi itu, kondisi KSP akan runyam, dan permasalahan-permasalahan akan terus timbul. Permasalahan itu di antaranya kekurangan dana, kredit macet, biaya membengkak, dan akhirnya runtuhlah KSP tersebut. Karena itu, pengurus perlu menerapkan standar kompetensi bagi para pengelola KSP yang dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat kompetensi.
Di samping itu, karena KSP mengelola usaha di sektor moneter yang penuh risiko maka sudah selayaknyalah perlu diterapkan adanya fit and proper test kepada pengurus KSP. Hal ini sangat penting, mengingat selama ini banyak oknum yang memanfaatkan KSP sebagai alat bisnis keuangan dengan kedok badan hukum koperasi. �Dengan adanya fit and proper test diharapkan dapat mencegah orang jahat berkiprah di KSP,� tegasnya.
adv

DAFTAR PUSTAKA :

http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=13901

PENGERTIAN LAPORAN KEUANGAN KOPERASI

Pada mulanya laporan keuangan hanya berfungsi sebagai alat penguji dari pekerjaan bagian pembukuan, selanjutnya mengalami perkembangan arti yaitu disamping sebagai alat penguji, juga sebagai dasar untuk dapat menentukan atau menilai posisi keuangan serta hasil – hasil yang telah dicapai koperasi yang bersangkutan sehingga dapat bermanfaat bagi pihak interen maupun eksteren. Menurut Sri Apsari (1987:1-2), bahwa akuntansi dapat didefinisikan dari dua sudut pandang yang penting. Definisi itu dapat menekankan pemakaian (on use) untuk dimana informasi itu digunakan, atau menekan pada kegiatan (on activity) untuk dimana para pelaksana akuntansi mengusahakan seni (art) dalam proses akuntansi.
Definisi dari akuntansi itu sendiri adalah merupakan seni (art) atas proses pencatatan, penggolongan, dan peringkasan dari peristiwa – peristiwa dan kejadian – kejadian yang setidak – tidaknya bersifat keuangan dengan cara yang setepat – tepatnya yang dinyatakan dengan uang serta penafsiran hal –hal yang timbul dalam proses akuntansi tersebut. Informasi yang dihasilkan oleh proses akuntansi dapat diartikan sebagai laporan keuangan.
Laporan keuangan merupakan hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk memberikan informasi data keuangan atau aktifitas suatu perusahaan (koperasi) kepada pihak – pihak yang berkepentingan dengan data tersebut.
Berdasarkan penjelasan diatas, penulis dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa laporan keuangan koperasi adalah laporan keuangan yang disusun untuk menggambarkan posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas koperasi secara keseluruhan sebagai pertanggung jawaban pengurus atas pengelolaan keuangan koperasi yang ter

MEMBANGUN SISTEM KEUANGAN KOPERASI

Dalam rangka membangun identitas di bidang ekonomi dan kemasyarakatan, kita perlu mendalami amanat Pasal 33 UUD 1945, terutama karena Pertumbuhan kehidupan kebangsaan di bidang ini harus kita laksanakan secara konstitusional. Disain dari kerangka landasan ekonomi Indonesia harus bertumpu kepada pemahaman Pasal 33 UUD 1945 itu[1].

Konsep penting dari Pasal 33 ini adalah apa yang disebut sebagai demokrasi ekonomi. Di dalam hal ini termuat pengertian bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat, jadi termasuk di dalam hal ini kedaulatan di bidang ekonomi. Demokrasi itu adalah dari rakyat. oleh rakyat, dan untuk rakyat. Di dalam pidato Soekarno tanggal 1 Juni 1945 yang terkenal itu, terdapat pula ulasan mengenai demokrasi ekonomi ini. Yang menjadi cita-cita perjuangan kebangsaan kita itu bukanlah sekedar demokrasi politik, akan tetapi juga demokrasi ekonomi. Bahkan di dalam tradisi pergerakan kebangsaan, demokrasi yang diperjuangkan oleh bangsa Indonesia itu meliputi tiga hal: demokrasi politik, demokrasi ekonomi, dan demokrasi kebudayaan.

Di era Reformasi ini banyak orang mungkin sudah merasa jenuh untuk menghubungkan segala sesuatu dengan koperasi, demokrasi ekonomi, UUD 1945 apalagi dengan Pancasila. Maklum istilah itu dapat dikaitkan hampir dengan segala topik meskipun isinya bisa saling bertolak belakang, karena pengertian demokrasi di Indonesia masih sebatas retorika saja atau sebatas tanya jawab, adanya di buku-buku, di seminar dan kampanye Pemilu saja. Begitulah kalau kita bandingkan kondisi kita sekarang dengan apa yang ditulis oleh David Beetham & Kevin Boyle[2]. Akibatnya terjadilah desakralisasi Pancasila. Jenuh atau tidak jenuh, suka atau tidak suka, demokrasi ekonomi adalah bagian dari napas konstitusi. Prof. Mubyarto pernah mengeluhkan hal tersebut[3].

Mengapa di negara yang berdasarkan Pancasila ini, dimana keadilan sosial merupakan satu pilar pokok, kita mengalami pertumbuhan yang timpang, yang berarti membawa ketidakadilan atau mungkin menjauhi asas Pancasila. Kita mengaku koperasi sebagai sokoguru dan ekonomi kita adalah ekonomi pancasila, namun produknya adalah sekitar 300 buah perusahaan konglomerat yang kebanyakan adalah konglomerat hitam, mengambil istilah Kwik Kian Gie yang berkolaborasi dengan preman, oknum pejabat pemerintah dan oknum pejabat militer yang korup, menguasai perusahaan mulai dari hulu hingga kehilir, sehingga lebih dari 70% kekayaan nasional mereka miliki. Sedangkan sisanya diperebutkan oleh lebih dari 34 juta unit usaha mikro dan kecil, begitu mereka bangkrut secara hukum (karena kenyataannya yang dibankrutkanpun hanya segelintir perusahaan, mereka masih hidup dengan bergelimangan kemewahan dan punya simpanan dan aset miliar USD di luar negeri, bahkan lebih jauh masih mengatur negeri ini), maka tinggallah beban berupa utang luar negeri dan utang dalam negeri yang jumlahnya sekitar dua ribu seratus triliun rupiah per akhir Desember 2001, yang harus dibayar melalui APBN. Akhirnya rakyat kecil jugalah yang menanggung bebannya. Saat ini menurut Bank Dunia yang dikutip oleh Prof. Gunawan Sumodiningrat, jumlah rakyat miskin atau masyarakat pra sejahtera di Indonesia sekitar 60% atau sekitar 120 juta jiwa.

Kita semua tahu bahwa salah satu penyebab ketimpangan di atas yang berdampak kepada masalah kemiskinan, adalah adanya Persaingan Usaha Tidak Sehat terhadap pelaku ekonomi Usaha Mikro, khususnya akses pembiayaan dan perkreditan melalui Perbankan yang tidak berjalan sesuai amanah UUD 1945 tersebut. Perbankan adalah salah satu urat nadi perekonomian saat ini. Karena itu bila kucuran dana perbankan lebih berat ke konglomerat, karena ada faktor-faktor tertentu, dan ternyata konglomerat yang dibiayai itu keropos, hanya jago kandang dan akhirnya collapse, menyebabkan Bank bermasalah dan akhirnya menjadikan salah satu penyebab krisis yang melanda Indonesia sekarang ini. Maka pertanyaannya, apakah ada yang salah dalam kebijakan Pemerintah kita?

Mengambil momentum tersebut di atas, penulis ingin memberikan suatu masukan yang mudah-mudahan dapat di implementasikan oleh koperasi dalam rangka menjalankan amanat Pasal 33 UUD 1945 tersebut, khususnya koperasi yang menjalankan usahanya sebagai Lembaga Keuangan Mikro dalam bentuk span pinjam, Tema yang di pilih adalah ”Membangun Sistem Keuangan Koperasi" dengan sub tema "penguatan Kelembagaan KSP dan BMT melalui Induk Koperasi sebagai sub Apex Bank".

Dengan di bentuknya Induk Koperasi tersebut sebagai sub-apex bank dimana PNM (Permodalan Nasional Madani) sebagai Apex Bank nya diharapkan akan terjadi persaingan usaha yang sehat antara Perbankan dengan Apex Bank yang memang di disain khusus untuk menyalurkan pembiayaannya kepada orang miskin (Usaha Mikro) melalui Lembaga Keuangan Mikro. Bahkan lebih dari

itu di harapkan akan terjadi "linkage program" atau kemitraan berdasarkan kesetaraan, dan bukan merupakan obyek sedekah karena bersifat "win-win" atau simbiose mutualistis. Tulisan ini dikeluarkan dalam rangka memperingati Hari koperasi yang ke 56 tanggal 12 Juli tahun 2003, semoga dengan usianya yang menginjak ke 56 ini Koperasi semakin mandiri, berjaya dan bermanfaat bagi rakyat. Dirgahayu Koperasi.

Koperasi Simpan Pinjam sebagai Lembaga Keuangan Mikro[4]

Simpan Pinjam dalam koperasi adalah merupakan Keuangan Mikro. Sementara Keuangan Mikro merupakan alat vital untuk mengurangi kemiskinan dan pembangunan .masyarakat pedesaan (Community Social Responsibility Development). Karena itu koperasi adalah sokoguru pembangunan pedesaan. Untuk itulah PNM membantu Induk Koperasi seperti IKSP (Induk Koperasi Simpan Pinjam) dengan membentuk PNM-IKSP bagi system keuangan koperasi yang menggunakan konsep konvensional dan Inkopsyah (Induk Koperasi Syariah) dengan membentuk PNM-BMT (Baitul Maal waf Tamwil) bagi yang menggunakan system syariah dan PNM-lnkopwan (Induk Koperasi Wainta) khusus untuk perempuan. Badan hukum koperasi memang sengaja di gunakan oleh PNM dalam menjalankan Visi dan Misinya agar terwujud Demokrasi Ekonomi (Kerakyatan, Kemandirian dan Kemartabatan).

Sebagai bukti keseriusannya maka 60% pendanaan dan sumberdaya PNM didedikasikan untuk Keuangan Mikro dan 40% untuk Usaha Kecil, Menengah, khususnya yang berbadan hukum Koperasi[5]. Sebagian besar kelompok sasaran PNM adalah pengusaha-pengusaha mikro dan kecil di berbagai bidang pertanian maupun non-pertanian. Akses langsung terhadap pelayanan keuangan melalui KSP/BMT mempengaruhi produktivitas, pembentukan aset, serta pendapatan dan jaminan atas ketersediaan pangan mereka.

Tulisan ini untuk menjelaskan kebijakan PNM dalam memperkuat system keuangan koperasi, sehingga nantinya dapat menyajikan kerangka menyeluruh mengenai pekerjaan PNM sebagai embrio Apex Bank di dalam Keuangan Mikro melalui badan hukum koperasi. Sehubungan dengan hal itu maka pedoman operasional dan strategi regional yang berkaitan dengan penggunaan staf, konsultan, dan lembaga mitra, telah, sedang dan akan dipersiapkan, baik untuk kepentingan inovasi maupun konsolidasi bagi praktek-praktek yang sudah berjalan dengan berhasil.

Sejarah PNM dalam mendukung Keuangan Mikro di mulai dengan adanya UU No 23 Tentang Bank Indonesia Tahun 1999, Pasal 74 yang sudah tidak memperbolehkan Bank Indonesia bertungsi sebagai Apex Bank atau "wholeseller" yang memberikan Kredit Program (kredit bersubsidi) untuk Usaha Mikro dan Kecil. Kredit ini diberikan sebagai input di bidang pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan yang ditangani oleh staf proyek melalui Bank Pelaksana dan BPR/S. Setelah itu diikuti dengan penyaluran kredit melalui bank-bank pembangunan daerah maupun unit-unit pelayanannya.

Sejak awal PNM didirikan, sudah mempunyai komitmen dalam hal penguatan kelembagaan (institution building) kepada koperasi, salah satunya yang paling dikenal adalah PNM-IKSP, PNM-BMT, dan yang sedang dirancang khusus untuk wanita adalah PNM-lnkopwan serta khusus untuk santri melalui PNM-Syirkah Muawanah bersama Lembaga Pengembangan Ekonomi Nahdatul Ulama. Termasuk diantaranya adalah memperkuat lembaga-lembaga Keuangan Mikro yang berkaitan dengan kelayakan usaha pertanian maupun kelautan dan perikanan sebagai kliennya, bekerja sarna dengan Departemen Pertanian dan Departemen Kelautan dan Perikanan dari sisi penguatan pengetahuan sektor rielnya, sedangkan tugas PNM adalah memperkuat dari sisi system pengelolaan keuangan mikronya, atau dari sisi simpan pinjamnya.

Sasaran dan tujuan. Sasaran pengembangan PNM sebagai embrio Apex Bank, khususnya bagi Lembaga Keuangan Mikro berbadan hukum koperasi, adalah untuk mengurangi kemiskinan masyarakat pedesaan melalui peningkatan yang berkelanjutan dalam hal keamanan pangan dan pendapatan keluarga. Untuk memberikan kontribusi bagi sasaran ini, salah satu tujuan PNM adalah menyediakan pelayanan keuangan dan pelayanan non-keuangan yang terkait didaerah pedesaan. Hal ini memerlukan sistem lembaga Keuangan Mikro yang efektif yang dapat diakses oleh seluruh segmen dalam populasi masyarakat pedesaan. Sekitar 60 juta masyarakat miskin yang aktif secara ekonomis di seluruh Indonesia tidak memiliki akses terhadap pelayanan keuangan, walaupun mereka sebenarnya merupakan potensi yang sangat besar. Karena itu idealnya di setiap desa ada Lembaga Keuangan Mikro yang berbentuk KSP atau unit simpan pinjam yang tumbuh dari bawah karena kesadaran masyarakatnya.

Penekanan khusus PNM sebagai Apex Bank adalah lembaga keuangan mikro, berbadan hukum koperasi dengan anggota para wanita dan masyarakat miskin atau usaha mikro: tidak bermental sebagai penerima sumbangan sosial tetapi sebagai pengguna komersial atau pengguna-sekaligus-pemilik sebagai anggota koperasi simpan pinjam yang merupakan lembaga keuangan yang berkelanjutan. Dengan adanya PNM sebagai Apex Bank maka penulis yakin bahwa melalui pendekatan sistem ia akan mampu memberikan kontribusi substansial terhadap terciptanya keberlanjutan dan jangkauan terhadap masyarakat miskin. PNM tidak akan mampu melakukan sendiri semua hal yang diperlukan, tetapi sebagai lembaga yang di disain untuk membela masyarakat miskin di pedesaan, PNM bekerja sarna dengan stakeholders lain, khususnya Induk Koperasi dan anggotanya untuk memainkan peran katalistik dan bertanggung jawab atas terus meningkatnya jumlah lembaga keuangan koperasi yang berkelanjutan dan semakin luasnya jangkauan terhadap masyarakat miskin sebagai anggota atau calon anggotanya. Jadi pendekatan PNM adalah sebagai "bank with the poor', artinya PNM hanya membantu LKM-LKM di pedesaan yang tumbuh dari bawah.

Sebagai dasar bagi pertumbuhan kemandirian lembaga koperasi simpan pinjam dan keuangan pendanaan sendiri di antara para pengusaha mikro sebagai anggotanya, maka mobilisasi sumber daya merupakan suatu hal yang sangat krusial. Padahal, tabungan dan sumber daya lokal lain seringkali tidak mencukupi untuk melakukan eksploitasi penuh terhadap kesempatan-kesempatan ekonomis yang ada. Kredit mungkin bisa mengatasi hal itu. Tetapi kredit tidak selalu cukup memadai dalam menjawab tantangan keberlanjutan. Di beberapa wilayah, hal ini muncul dalam bentuk tingkat pemberian kredit yang sangat rendah. Masyarakat miskin memerlukan lembaga keuangan simpan pinjam yang menawarkan pelayanan keuangan yang cukup luas, yang pada saat yang sarna juga menumbuhkan sumber-sumber daya internal, sebagaimana ditunjukan oleh BMT-BMT di pedesaan. Di beberapa daerah seperti di NTB dan NTT, dengan kesadaran sendiri, masyarakat miskin telah membentuk lembaga koperasi atau kelompok-kelompok yang bersifat lokal dengan modal mereka sendiri, sebagai pengguna maupun pemilik. Tidak semua masyarakat miskin memerlukan kredit, seperti ditunjukkan oleh begitu banyaknya penabung di LKM/S yang telah di perkuat kelembagaannya.

Menanggapi permintaan universal masyarakat miskin akan pelayanan tabungan, PNM membantu pendirian. dan konversi dari kelompok menjadi berbadan hukum koperasi simpan pinjam, khususnya BMT bagi masyarakat miskin sebagaimana yang dicontohkan oleh PNM-BMT. Program redistribusi pembiayaan secara syariah sudah dimulai dan berfungsi sebagai "jembatan" bagi lembaga-lembaga baru, di daerah yang baru berkembang di Indonesia, termasuk di wilayah yang kondisi Keuangan Mikronya sangat under-monetized. Dalam hal ini PNM juga menjaga agar hal itu tidak bertentangan dengan dorongan kelestarian dan keswadayaan.

Sebagai area utama dalam pekerjaannya, PNM juga proaktif membantu mencari solusi bagi tantangan-tantangan kunci di dalam Keuangan Mikro, yaitu:

1. Partisipasi stakeholders, termasuk masyarakat miskin, di dalam pengembangan Keuangan Mikro;

2. Membangun infrastruktur Keuangan Mikro yang terdiferensiasi dengan strategi yang beragam, sesuai dengan kebutuhan local daerah;

3. Meningkatkan keberlanjutan lembaga dengan jangkauan terhadap masyarakat miskin di pedesaan;

4. Mengembangkan lingkungan kebijakan dan peraturan yang kondusif.

1. Mendorong Partisipasi Stakeholder

Perencanaan dan implementasi proyek yang efektif memerlukan partisipasi aktif seluruh stakeholder. Pemerintah baik Pusat maupun Daerah, yang menjadi mitra langsung PNM pada umumnya tidak dapat menjalankan perannya sebagai perencanaan, bankir, dan pengusaha dengan. baik. Di dalam Keuangan Mikro, peran khusus mereka adalah menciptakan lingkungan kebijakan dan hukum yang kondusif yang mendorong keterlibatan aktif seluruh stakeholder swasta maupun publik dan memungkinkan institution-building yang efektif, serta penghimpunan dana untuk ekonomi rakyat. Pola-pola partisipasi menurut jenis kelamin, strata sosial atau afiliasi kelompok sangat terkait dengan budaya; bila timbul konflik, masyarakat miskin harus menetapkan sendiri keseimbangan antara kepentingan sosial dan politik mereka.

Partisipasi masyarakat miskin dalam pembangunan pedesaan. Partisipasi masyarakat miskin di dalam pembuatan disain proyek melalui wakil-wakil mereka di kelompok-kelompok swadaya masyarakat, jaringan dan LPSM (Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat), sangat krusial. PNM selalu memperkuat peran pengusaha mikro atau masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan dan kontribusi mereka dalam pemberdayaan baik sebagai pengguna maupun pemilik lembaga keuangan lokal atau koperasi.

Koordinasi stakeholder. Koordinasi stakeholder pada tingkat nasional diperlukan untuk menjamin terwujudnya pendekatan yang terintegrasi terhadap pengembangan sistem Keuangan Mikro yang efektif. PNM masuk dalam kemitraan strategis dengan lembaga-lembaga dana yang kuat dalam masalah ini. Lembaga-lembaga keuangan dan bank-bank milik pemerintah yang menjadi mitra langsung PNM bersama-sama dengan LPSM dan organisasi-organisasi perantara lain mungkin memerlukan input-input yang dapat meningkatkan kapasitas mereka untuk berpartisipasi penuh di dalam pembuatan disain maupun implementasi proyek.

Dialog internasional mengenai kebijakan Keuangan Mikro. PNM juga terlibat aktif di dalam dialog internasional mengenai kebijakan Keuangan Mikro dalam Micro Credit Summit baik di India maupun di Amerika, juga dengan Asian Development Bank, World Bank, Islamic Development Fund, International Development Bank dan lembaga-lembaga keuangan pembangunan multilateral dan badan-badan bilateral lainnya. Hal ini sebagai persiapan dasar pendekatan-pendekatan inovatif, memberikan dukungan bagi koordinasi proyek nasional, dan memprakarsai hubungan-hubungan strategis. Semua koordinasi semacam itu di fasilitasi oleh kesepakatan baru mengenai keuangan mikro antara lembaga-lembaga donor dengan para praktisi.

2. Membangun Infrastruktur Keuangan Mikro

Mendukung berbagai macam lembaga dan strategi keuangan. Adanya bermacam-macam lembaga dan strategi keuangan memang diperlukan, tidak ada satu jenis pun dikatakan paling baik dibanding lainnya. Setiap lembaga yang ada harus disesuaikan dengan potensi masing-masing wilayah, lingkungan kebudayaan, dan persyaratan nasabahnya, misal Lumbung Pitih Nagari di Sumatra Barat, Lembaga Perkreditan Desa di Bali.

Ada daerah-daerah marjinal yang didominasi oleh pertanian subsistensi dan kegiatan-kegiatan berpendapatan rendah. Di sini, kelompok-kelompok swadaya masyarakat yang dimiliki oleh para penggunanya dan koperasi-koperasi kecil yang berorientasi pada tabungan dan beroperasi dengan biaya nominal, mungkin paling tepat.

Ada daerah-daerah berpotensi tinggi. Dengan usaha-usaha pertanian dan wirausaha berpendapatan tinggi.

Di daerah-daerah semacam ini, bank desa yang berorientasi kredit dengan manajemen profesional (milik swasta maupun masyarakat), koperasi-koperasi simpan-pinjam besar dan kantor-kantor cabang bank komersial dengan teknologi individual maupun kelompok mungkin lebih tepat. Tergantung situasinya, PNM selalu mendorong keanekaragaman dan kompetisi daripada replikasi salah satu model. PNM aktif melibatkan diri dalam dialog dengan para stakeholder dan siap mendukung prakarsa-prakarsa seperti:

1) Pengembangan lembaga keuangan informal, seperti BMT, termasuk lembaga-lembaga keuangan masyarakat termiskin (grass-roots) asli, seperti LPN, LPD;

2) Mainstreaming koperasi-koperasi simpan-pinjam dengan dual system, baik konvensional maupun syariah, seperti PNM-IKSP dan PNM-BMT;

3) Pemberian dukungan dalam pembentukan jaringan dan organisasi payung di antara LKM-LKM yang ada, seperti PNM-IKSP, PNM-BMT; PNM-Inkopwan

4) Memperkuat BPR/S milik swasta maupun masyarakat, asosiasi dan organisasi payung mereka, seperti Perbarindo dan Asbisindo[6]),

5) Transformasi dari program kredit menjadi lembaga milik pengguna,;

6) Menghubungkan BPR/S dengan kelompok swadaya masyarakat atau KSP/BMT;

7) Membantu organisasi-organisasi payung yang beroperasi komersial untuk mendanai LKM, ditambah PUKK fungsi-fungsi lain seperti pertukaran likuiditas, credit rating, garansi dan asuransi kredit;

8) Membantu pedagang, pemroses dan pemasok [7]dan meningkatkan akses mereka terhadap lembaga-lembaga dana, seperti berbagai propinsi Indonesia

9) Mengembangkan inovasi kelembagaan, seperti asuransi mikro melalui afiliasinya Takaful dan;

10) Membantu memperkuat unit-unit keuangan mikro di bank swasta.

Bantuan berupa hibah yang berasal dari dana PUKK diperlukan untuk intermediasi sosial melalui pelatihan, pembentukan kapasitas lembaga dan jaringan, dan untuk penelitian terapan untuk menguji berbagai pendekatan inovatif dan menyebarluaskan hasilnya. Walaupun kelompok-kelompok swadaya masyarakat tersebar luas diantara masyarakat miskin, tetapi mereka pada umumnya sangat kecil dan terisolasi. Mainstreaming dan peningkatan terbentuknya hukum yang lebih tinggi akan didorong dengan cara memberikan insentif bagi mereka yang mau menjadi anggota jaringan, rnisalnya dalam bentuk pelayanan pelatihan dan konsultasi, pertukaran, likuiditas, pendanaan, dan akreditasi.

Pembentukan jaringan LKM/S dan pelayanan bersama. Pembentukan jaringan di antara para LKM dan membantu mereka untuk menciptakan pelayanan bersama merupakan strategi utama untuk memperluas pelayanan dan lembaga Keuangan Mikro, yang dibantu oIeh PNM. Pelayanan bersama mungkin termasuk artikulasi bunga dan sistim bagi hasil, dialog kebijakan, pelatihan, konsultasi, peraturan dan pengawasan-sendiri, pertukaran likuiditas dan dan hubungan bank, penelitian dan pengembangan, penyebarluasan informasi dan hubungan dengan cara lembaga donor. Pelayanan yang dikelola secara profesional harus diberikan oleh jaringan sebagai bagian dari struktur yang berkelanjutan, bukan oleh badan-badan eksternal. Pelayanan-pelayanan non-keuangan bisa diberikan dengan subsidi. Dengan bantuan dari PNM, lembaga-lembaga pemerintah dan LPSM bisa bertindak sebagai fasilitator sampai jaringan dan organisasi payungnya benar-benar dapat berjalan secara berkelanjutan.

Menghubungkan bank dengan lembaga-lembaga keuangan lokal, koperasi dan kelompok-kelompok swadaya masyarakat. Strategi hubungan bank dengan lembaga keuangan lokal dan kelompok swadaya masyarakat meliputi tiga proses:

(a) meningkatkan akses masyarakat lokal terhadap kredit dari sumber-sumber komersial melalui perantara lokal;

(b) mengintegrasikan lembaga-lembaga keuangan lokal ke dalam pasar keuangan nasional; dan

(c) memungkinkan bank menjangkau para pengusaha kecil dan mikro sebagai pangsa pasar baru. PNM akan mendukung strategi ini sebagai sarana untuk menjangkau masyarakat miskin dengan cara yang efektif dari segi biaya. Baik didaerah marjinal maupun dataran tinggi. Hubungan tersebut memerlukan adanya bank yang memiliki jaringan pelayanan di pedesaan dan LKM lokal atau kelompok-kelompok swadaya masyarakat yang berkelanjutan. PNM, bisa menyediakan atau memfasilitasi dana untuk membentuk program hubungan dalam rangka memperkuat kapasitas seluruh mitra hubungan, menjembatani kendala-kendala yang dihadapi sumber-sumber domestik untuk penyediaan dana, dan melibatkan diri di dalam pertukaran pengalaman internasional.

Transformasi LKM/S khusus agribisnis (pertanian, peternakan dan perikanan) usaha untuk mentransformasikan LKM menjadi penyedia keuangan agribisnis dan pelayanan Keuangan Mikro lain yang berkelanjutan, atau menutupnya bila tidak mampu berjalan berkelanjutan, merupakan sebuah tantangan besar. Begitu besarnya jumlah penduduk pedesaan yang terlibat di dalam kegiatan-kegiatan agribisnis maupun non-agribisnis yang mendapatkan penawaran pelayanan tabungan maupun kredit oleh LKM yang telah direformasikan. Reformasi LKM merupakan proses yang kompleks dimana diperlukan kerjasarna antara bank, PNM-lnduk Koperasi dengan lembaga donor, pemerintah masing-masing dan asosiasi kredit pertanian regional. PNM telah memprakarsai dialog mengenai reformasi LKM dengan Deptan, DKP dan Depkop. Yang terakhir ini, yang harus memberikan hibah bantuan teknis, dan PNM memainkan peran katalistik di dalam proses reformasi ini.

3. Meningkatkan Kelestarian Lembaga dan Dampaknya bagi Masyarakat Miskin di Pedesaan

Kelestarian lembaga. Kelestarian lembaga merupakan syarat fundamental bagi pertumbuhan dinamis baik dari segi jumlah, ukuran maupun jangkauan lembaga keuangan. PNM telah membantu lembaga-lembaga ini untuk

meningkatkan kemandirian, kalayakan operasional, dan keswadayaan keuangannya. PNM juga memperkuat kemampuan mereka untuk memobilisasi sumber-sumberdaya mereka sendiri, untuk menutup biaya-biaya mereka, dan untuk mempertahankan nilai-nilai modal masing-masing. BMT Ben Taqwa, telah berhasil mencapai keberlanjutan dengan menyediakan pelayanan keuangan dengan biaya rendah kepada mayoritas petani di Grobogan. Koperasi Setia Bhakti Wanita, sebuah KSP di Surabaya yang menerapkan program yang serupa dengan-Grameen Bank di Bangladesh dan memberikan pelayanan hanya kepada wanita, merupakan salah satu contoh kemajuan pesat dalam pencapaian keberlanjutan melalui disiplin dan inovasi kredit dengan tetap menjalankan mandat perbankan bagi masyarakat termiskin melalui sistim tanggung rentengnya. Sebagai pendorong, baik sumber-sumber daya internal maupun eksternal (termasuk kredit sebagai bridging fund) dapat dimobilisasi untuk meningkatkan jangkauan dan kelestarian, seperti diperlihatkan oleh bantuan awal PNM terhadap IKSP, Inkopwan maupun Inkopsyah. Peningkatan kapasitas mencakup bantuan untuk membangun dan memperkuat elemen-elemen krusial keberlanjutan, yaitu:

1) Otonomi dan fleksibilitas di semua masalah operasional di dalam mandat lembaga;

2) Perencanaan strategis;

3) Orientasi pada permintaan, produk-produk keuangan yang diberi harga tepat;

4) Mobilisasi sumber-sumber daya internal (tabungan, modal, pinjaman oleh LKM/S yang terpisah dari tabungan);

5) Akses terhadap pasar modal;

6) Margin yang disesuaikan dengan inflasi dan subsidi, dengan pendapatan riil positif untuk penabung maupun peminjam;

7) Jangka waktu dan jadwal pengembalian pinjaman yang tepat;

8) Efisiensi secara operasional dengan biaya transaksi rendah dan tingkat pengembalian yang tinggi;

9) Sumber daya manusia yang terlatih;

10) Insentif untuk prestasi pegawai;

11) Manajemen risiko yang memadai;

12) Bentuk-bentuk jaminan pengganti yang tepat;

13) Insentif untuk pengembalian pinjaman tepat waktu;

14) Asuransi sebagai instrumen perlindungan sebagai debitur dan kredit;

15) Standar kehati-hatian;

16) Sistem informasi manajemen yang efektif, termasuk software perbankan mikro;

17) Kontrol internal terhadap kualitas porto folio yang efektif;

18) Audit eksternal tahunan; dan

19) Pengelolaan yang baik, yang ditekankan pada kombinasi antara pemilikan oleh masyarakat miskin dengan manajemen yang profesional.

Manajemen risiko yang baik di dasarkan pada jangka waktu kredit yang tepat, catatan mengenai kinerja nasabah, jaminan dan jaminan pengganti yang sesuai, asuransi, tekanan sesama nasabah, insentif bagi pegawai yang dimaksudkan untuk meningkatkan tingkat pengembalian pinjaman, dan insentif bagi peminjam yang mengembalikan pinjamannya tepat waktu. PNM mendukung peningkatan kemampuan mengelola risiko. Di dalam pendekatan-pendekatan inovatif seperti menghubungkan LKM dan kelompok-kelompok swadaya masyarakat dengan bank, secara hati-hati PNM membantu pengaturan asuransi/garansi kredit, disertai provisi bagi pengalihan fungsi manajemen risiko kredit kepada bank.

Praktek-praktek yang baik dan peningkatannya secara kontinyu di dalam lingkungan yang kompetitif sangat dibutuhkan untuk menjamin kelestarian dan jangkauan LKM. Sebagai contoh adalah pengetahuan tentang lembaga keuangan informal asli; inovasi dalam dalam bidang keuangan pertanian jangka pendek maupun jangka panjang; dan pendekatan-pendekatan khusus untuk daerah-daerah marjinal dan dataran tinggi, ekonomi inflasi, dan ekonomi barter. Di antara isu-isu yang memerlukan penelitian terapan adalah keuangan pertanian dan keuangan usaha mikro pedesaan, yang di dalamnya terdapat ruang yang begitu luas untuk inovasi.

Praktek-praktek yang baik di dalam proyek-proyek PNM direplikasi dan disebarluaskan melalui Sistem Pengetahuan, Evaluasinya oleh Divisi Pengembangan, Usahanya dan Divisi Jasa Manajemen. Sistem ini berisi ringkasan berbagai evaluasi yang dilakukan sejak tahun 2000 dan pelajaran yang dapat diambil darinya, yang bisa diakses menurut topik, propinsi dan wilayah.

Mobilisasi sumber-sumber daya domestik dan eksternal. Sumber-sumber daya domestik dan eksternal dimobilisasi dengan tujuan membangun sistem Keuangan Mikro bagi masyarakat miskin yang berkelanjutan. PNM membantu lembaga-lembaga Keuangan Mikro dalam peningkatan mobilisasi tabungan dan pembentukan modal. Pendanaan modal melalui lembaga payung yang tepat bisa dikembangkan sebagai instrumen baru yang akan menyediakan modal eksternal yang sangat dibutuhkan dan pelipatgandaan modal sendiri. Di dalam era globalisasi saat ini, cara-cara baru harus ditemukan untuk mengarahkan aliran modal swasta ke ekonomi pedesaan, untuk mendukung hubungan bank dengan LKM dan menciptakan dana bersama sebagai modal-penyertaan di PNM Daerah untuk LKM seperti yang sedang dalam proses di Kutai dan Riau. PNM Daerah juga menyediakan pembiayaan. Semua likuiditas itu harus dirancang untuk memperkuat mobilisasi sumber-sumber daya domestik di semua tingkat dan untuk mengalokasikan sumber-sumber daya langka secara efisien sebagai investasi berpenghasilan tinggi bagi masyarakat miskin.

4. Mengembangkan Lingkungan Kebijakan dan Peraturan yang Kondusif Lingkungan kebijakan yang kondusif.

Lingkungan kebijakan yang kondusif adalah prakondisi bagi sistem keuangan yang efisien, pembangunan pedesaan dan penanggulangan kemiskinan yang efektif. Aspek yang penting dalam hal ini adalah: stabilisasi ekonomi makro; margin yang di deregulasi, tingkat pertukaran dan harga-harga pertanian; dan suatu sistem lokal yang melindungi hak-hak atas properti dan penggunaan lahan; otonomi lembaga keuangan dan lembaga-lembaga yang berwenang membuat peraturan, dan proses hukum yang tepat. Untuk itu PNM selalu berpartisipasi di dalam dialog-dialog kebijakan yang dimaksudkan untuk mengembangkan lingkungan yang kondusif.

Peraturan dan pengawasan yang berhati-hati. Peraturan dan pengawasan yang berhati-hati adalah dua hal krusial bagi evolusi dan stabilisasi sistem keuangan. Tanpa lembaga-lembaga keuangan yang diregulasi dengan baik, yang memobilisasi tabungan dan menawarkan pinjaman yang menarik, pembangunan pedesaan yang berkelanjutan tidak mungkin terjadi. Dengan kondisi yang kondusif, PNM mendukung usaha-usaha menetapkan dan memilih bentuk-bentuk hukum yang tepat untuk lembaga-lembaga keuangan lokal milik koperasi atau milik swasta. PNM juga membantu pengaturan sendiri anggota-anggota jaringan LKM, sebagai bagian sistem peraturan dan pengawasan-sendiri yang didelegasikan di bawah otoritas keuangan pusat, penerapan norma dan standar kehati-hatian. Bila kondisi kurang kondusif, maka PNM akan mendukung berbagai prakarsa informal dan bergabung dengan lembaga donor lain di dalam dialog-dialog kebijakan untuk melakukan penyesuaian terhadap kebijakan dan kerangka hukum termasuk RUU Keuangan Mikro Syariah.

Pengawasan yang efektif terhadap proyek-proyek PNM. Pengawasan yang efektif terhadap proyek-proyek PNM yang mengandung komponen-komponen Keuangan Mikro memerlukan adanya lembaga-lembaga keuangan partisipan yang diatur dan diawasi secara memadai. Ketaatan terhadap aturan-aturan dasar bagi kelestarian lembaga adalah kondisi yang dijadikan ukuran untuk memilih mereka. PNM memberikan dukungan terhadap pengukuran kinerja, kontrol internal dan audit tahunan, dengan menggunakan indikator-indikator dan batasan-batasan dan pengukuran kinerja keuangan menjadi sebuah aspek esensial dari pengawasan langsung terhadap proyek.

PNM juga memonitor dampak dukungan yang diberikannya terhadap masyarakat miskin dan lembaga-lembaga Keuangan Mikro, mobilisasi sumber-sumber daya lokal dan utang eksternal. Hasilnya disimpan didalam memori lembaga dan dapat diakses melalui internet maupun makalah-makalah teknis sebagai suatu basis data yang disimpan dalam LKM Center.

C. Penutup

Berdasarkan uraian di atas, maka kita dapat mengetahui apa yang sedang dilakukan oleh PNM sebagai embrio Apex Bank dan PNM-lnduk Koperasi sebagai sub-apex bank, dan juga kiprahnya dalam penyebaran dan pembinaan LKM, termasuk LKM Syariah, yaitu secara bertahap "Membangun Sistem Keuangan Koperasi" sehingga nantinya PNM-lnduk Koperasi merupakan embrio dari lembaga lembaga pendukung dan lembaga penunjang bagi pengembangan industri UMKMK itu sendiri melalui LKMS (Sub Apex Bank), di antaranya adalah sebagai :

1. Lembaga Pengawas
2. Lembaga Pembina
3. Lembaga Penjamin Kredit
4. Lembaga Likuiditas atau "Pooling of Fund'

5. Lembaga Pemeringkat
6. Lembaga Konsultan Pengembangan Bisnis
7. Wholesaler
8. Lembaga R & D dan basis data




[1] A.M.W. Pranarka dalam tulisan yang berjudul,

Pasal 33 UUD 1945: Wawasan Dasar dan Konstruksi Operasionalnya, Jakarta: Analisa 1986-12, hal. 1051

[2] David Beetham & Kevin Boyle, ”Demokrasi 89 Tanya Jawab, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2000.

[3] Sri Edi Swasono. ”Orientasi Ekonomi Pancasila” dalam Abdul Majid dan Sri Edi Swasono. Wawasan Ekonomi Pancasila. Jakarta: UI Press 1981, hal 6

[4] Presentasi yang lebih rinci mengenai kebijakan LKM dengan menggunakan badan hukum koperasi, disajikan dalam sebuah perencanaan bisnis Divisi LKMS

[5] PNM memiliki ratusan proyek yang sudah berjalan dengan volume Rp. 3,1 trilyun di seluruh Propinsi Indonesia untuk lebih dari 700.000 kepala keluarga atau sekitar 3,5 juta tenaga kerja melalui lebih dari 800 LKM

[6] Istilah BPRS mengacu pada lembaga yang diregulasi yang termasuk di dalam undang-undang perbankan. PNM tidak menggunakan istilah bank atau BPR/S untuk lembaga-lembaga yang tidak diregulasi seperti BMT atau LKM informal dan semi formal lainnya

[7] Pedagang, pemroses dan pemasok bisa menjadi penyalur kredit yang penting, utamanya bila sistem keuangan lokal yang tidak berfungsi. Saluran semacam ini cenderung kurang berkelanjutan dibandingkan lembaga dan kurang efisien dari segi biaya transaksi, tetapi merupakan solusi sementara didalam proses pembentukan asset usaha kecil dan sistem keuangan Mikro.

[8]http://www.smecda.com/deputi7/file_Infokop/Edisi%2022/sistem_keu_kop.htm

PANDUAN PELAKSANAAN KOPERASI SIMPAN PINJAM PART II

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini dengan:
1. Kegiatan usaha simpan pinjam adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan, calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan atau anggotanya.

2. Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang kegiatannya hanya usaha simpan pinjam.

3. Unit Simpan Pinjam adalah unit koperasi yang bergerak di bidang usaha simpan pinjam, sebagai bagian dari kegiatan usaha Koperasi yang bersangkutan.

4. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh anggota, calon anggota, koperasi-koperasi lain dan atau anggotanya kepada koperasi dalam bentuk tabungan, dan simpanan koperasi berjangka.

5. Simpanan Berjangka adalah simpanan di koperasi yang penyetorannya dilakukan sekali dan penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan koperasi yang bersangkutan.

6. Tabungan Koperasi adalah simpanan di koperasi yang penyetorannya dilakukan berangsur-angsur dan penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati antara penabung dengan koperasi yang bersangkutan dengan menggunakan Buku Tabungan Koperasi.

7. Pinjaman adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Koperasi dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu disertai dengan pembayaran sejumlah imbalan.

8. Menteri adalah Menteri yang membidangi koperasi.

BAB II
ORGANISASI

Bagian Pertama
Bentuk Organisasi

Pasal 2

(1) Kegiatan usaha simpan pinjam hanya dilaksanakan oleh Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam.

(2) Koperasi Simpan Pinjam dapat berbentuk Koperasi Primer atau Koperasi Sekunder.

(3) Unit Simpan Pinjam dapat dibentuk oleh Koperasi Primer atau Koperasi Sekunder.

Bagian Kedua
Pendirian

Pasal 3

(1) Pendirian Koperasi Simpan Pinjam dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai persyaratan dan tata cara pengesahan Akta Pendirian dan perubahan Anggaran Dasar Koperasi.

(2) Permintaan pengesahan Akta Pendirian Koperasi Simpan Pinjam diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan tambahan lampiran:
a. rencana kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun;
b. Administrasi dan pembukuan;
c. nama dan riwayat hidup calon Pengelola;
d. daftar sarana kerja.

(3) Pengesahan Akta Pendirian Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berlaku sebagai izin usaha.

Pasal 4

(1) Permintaan pengesahan Akta Pendirian Koperasi yang membuka Unit Simpan Pinjam diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2).

(2) Pengesahan Akta Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku sebagai izin usaha.

Pasal 5

(1) Koperasi yang sudah berbadan hukum dan akan memperluas usahanya di bidang simpan pinjam wajib mengadakan perubahan Anggaran Dasar dengan mencantumkan usaha simpan pinjam sebagai salah satu usahanya.

(2) Tatacara perubahan Anggaran Dasar dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Permintaan pengesahan perubahan Anggaran Dasar diajukan dengan disertai tambahan lampiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2).
(4) Pengesahan perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlaku sebagai izin usaha. Bagian Ketiga Jaringan Pelayanan

Pasal 6

(1) Untuk meningkatkan pelayanan kepada anggota, Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dapat membuka jaringan pelayanan simpan pinjam.

(2) Jaringan pelayanan simpan pinjam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa :
a. Kantor Cabang yang berfungsi mewakili Kantor Pusat dalam menjalankan kegiatan usaha untuk menghimpun dana dan penyalurannya serta mempunyai wewenang memutuskan pemberian pinjaman;
b. Kantor Cabang Pembantu yang berfungsi mewakili Kantor Cabang dalam menjalankan kegiatan usaha untuk menghimpun dana dan penyalurannya serta mempunyai wewenang menerima permohonan pinjaman tetapi tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan pemberian pinjaman;
c. Kantor Kas yang berfungsi mewakili Kantor Cabang dalam menjalankan kegiatan usaha untuk menghimpun dana.

Pasal 7

(1) Pembukaan Kantor Cabang harus memperoleh persetujuan dari Menteri.

(2) Pembukaan Kantor Cabang Pembantu dan Kantor Kas tidak diperlukan persetujuan Menteri tetapi harus dilaporkan kepada Menteri paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak pembukaan kantor.

BAB III
PENGELOLAAN

Pasal 8

(1) Pengelolaan kegiatan usaha simpan pinjam dilakukan oleh Pengurus.

(2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh Pengelola yang diangkat oleh Pengurus.

(3) Pengelola sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggung jawab kepada Pengurus.

(4) Pengelola sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat berupa perorangan atau badan usaha, termasuk yang berbentuk badan hukum.
(5) Dalam melaksanakan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pengelola wajib mengadakan kontrak kerja dengan Pengurus.

Pasal 9

(1) Dalam hal Pengelola adalah perorangan, wajib memenuhi persyaratan minimal sebagai berikut:
a. tidak pernah melakukan tindakan tercela di bidang keuangan dan atau dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang keuangan;
b. memiliki akhlak dan moral yang baik; c.mempunyai keahlian di bidang keuangan atau pernah mengikuti pelatihan simpan pinjam atau magang dalam usaha simpan pinjam.

(2) Dalam hal Pengelola adalah badan usaha wajib memenuhi persyaratan minimal sebagai berikut:
a. memiliki kemampuan keuangan yang memadai;
b. memiliki tenaga managerial yang berkualitas baik.

Pasal 10

Dalam hal Pengurus secara langsung melakukan pengelolaan terhadap usaha simpan pinjam maka berlaku ketentuan mengenai persyaratan Pengelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).

Pasal 11

Dalam hal pengelolaan dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) orang, maka:

a. sekurang-kurangnya 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah Pengelola wajib mempunyai keahlian di bidang keuangan atau pernah mengikuti pelatihan di bidang simpan pinjam atau magang dalam usaha simpan pinjam.

b. di antara Pengelola tidak boleh mempunyai hubungan keluarga sampai derajat ke satu menurut garis lurus ke bawah maupun ke samping.

Pasal 12

(1) Pengelolaan Unit Simpan Pinjam dilakukan secara terpisah dari unit usaha lainnya.

(2) Pendapatan Unit Simpan Pinjam setelah dikurangi biaya penyelenggaraan kegiatan unit yang bersangkutan, dipergunakan untuk keperluan sebagai berikut:
a. dibagikan kepada anggota secara berimbang berdasarkan nilai transaksi;
b. pemupukan modal Unit Simpan Pinjam;
c. membiayai kegiatan lain yang menunjang Unit Simpan Pinjam.

(3) Sisa pendapatan Unit Simpan Pinjam setelah dikurangi biaya dan keperluan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diserahkan kepada koperasi yang bersangkutan untuk dibagikan kepada seluruh anggota koperasi.

(4) Pembagian dan penggunaan keuntungan Unit Simpan Pinjam diajukan oleh Pengurus Unit Simpan Pinjam untuk mendapat persetujuan para anggota yang telah mendapat pelayanan dari Unit Simpan Pinjam.

Pasal 13

(1) Sisa Hasil Usaha yang diperoleh Koperasi Simpan Pinjam setelah dikurangi dana cadangan, dipergunakan untuk :
a. dibagikan kepada anggota secara berimbang berdasarkan jumlah dana yang ditanamkan sebagai modal sendiri pada koperasi dan nilai transaksi;
b. membiayai pendidikan dan latihan serta peningkatan ketrampilan;
c. insentip bagi Pengelola dan karyawan;
d. keperluan lain untuk menunjang kegiatan koperasi.

(2) Penentuan prioritas atau besarnya dana untuk penggunaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, c, dan d diputuskan oleh Rapat Anggota.

Pasal 14

(1) Dalam menjalankan usahanya, Pengelola wajib memperhatikan aspek permodalan, likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas guna menjaga kesehatan usaha dan menjaga kepentingan semua pihak yang terkait.

(2) Aspek permodalan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. modal sendiri koperasi tidak boleh berkurang jumlahnya dan harus ditingkatkan;
b. setiap pembukaan jaringan pelayanan, harus disediakan tambahan modal sendiri;
c. antara modal sendiri dengan modal pinjaman dan modal penyertaan harus berimbang.




(3) Aspek likuiditas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
a. penyediaan aktiva lancar yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek;
b. ratio antara pinjaman yang diberikan dengan dana yang telah dihimpun.

(4) Aspek solvabilitas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. penghimpunan modal pinjaman dan modal penyertaan didasarkan pada kemampuan membayar kembali;
b. ratio antara modal pinjaman dan modal penyertaan dengan kekayaan harus berimbang.

(5) Aspek rentabilitas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. rencana perolehan Sisa Hasil Usaha (SHU) atau keuntungan ditetapkan dalam jumlah yang wajar untuk dapat memupuk permodalan, pengembangan usaha, pembagian jasa anggota dengan tetap mengutamakan kualitas pelayanan;
b. ratio antara Sisa Hasil Usaha (SHU) atau keuntungan dengan aktiva harus wajar.

(6) Untuk menjaga kesehatan usaha, Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam tidak dapat menghipotekkan atau menggadaikan harta kekayaannya.

(7) Pelaksanaan ketentuan ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 15

(1) Pengelola Koperasi berkewajiban merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan simpanan berjangka dan tabungan masing-masing penyimpan kepada pihak ketiga dan kepada anggota secara perorangan, kecuali dalam hal yang diperlukan untuk kepentingan proses peradilan dan perpajakan.

(2) Permintaan untuk mendapatkan keterangan mengenai simpanan berjangka dan tabungan sehubungan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh pimpinan instansi yang menangani proses peradilan atau perpajakan kepada Menteri.


BAB IV
PERMODALAN

Pasal 16

(1) Koperasi Simpan Pinjam wajib menyediakan modal sendiri dan dapat ditambah dengan modal penyertaan.

(2) Koperasi yang memiliki Unit Simpan Pinjam wajib menyediakan sebagian modal dari koperasi untuk modal kegiatan simpan pinjam.

(3) Modal Unit Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berupa modal tetap dan modal tidak tetap.

(4) Modal Unit Simpan Pinjam dikelola secara terpisah dari unit lainnya dalam Koperasi yang bersangkutan.

(5) Jumlah modal sendiri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan modal tetap Unit Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak boleh berkurang jumlahnya dari jumlah yang semula.

(6) Ketentuan mengenai modal yang disetor pada awal pendirian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 17

(1) Selain modal sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 16, Koperasi Simpan Pinjam dapat menghimpun modal pinjaman dari:
a. anggota;
b. koperasi lainnya dan atau anggotanya;
c. bank dan lembaga keuangan lainnya;
d. penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;
e. sumber lain yang sah.

(2) Unit Simpan Pinjam melalui Koperasinya dapat menghimpun modal pinjaman sebagai modal tidak tetap dari:
a. anggota;
b. koperasi lainnya dan atau anggotanya;
c. bank dan lembaga keuangan lainnya;
d. penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;
e. sumber lain yang sah.

(3) Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya dilakukan dengan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

BAB V
KEGIATAN USAHA

Pasal 18

(1) Kegiatan usaha simpan pinjam dilaksanakan dari dan untuk anggota, calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan atau anggotanya.

(2) Calon anggota koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah melunasi simpanan pokok harus menjadi anggota.

Pasal 19

(1) Kegiatan Usaha Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam adalah:
a. menghimpun simpanan koperasi berjangka dan tabungan koperasi dari anggota dan calon anggotanya, koperasi lain dan atau anggotanya;
b. memberikan pinjaman kepada anggota, calon anggotanya, koperasi lain dan atau anggotanya.

(2) Dalam memberikan pinjaman, Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam wajib memegang teguh prinsip pemberian pinjaman yang sehat dengan memperhatikan penilaian kelayakan dan kemampuan pemohon pinjaman.

(3) Kegiatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dalam melayani koperasi lain dan atau anggotanya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan berdasarkan perjanjian kerjasama antar koperasi.

Pasal 20

(1) Dalam melaksanakan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b, Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam mengutamakan pelayanan kepada anggota.

(2) Apabila anggota sudah mendapat pelayanan pinjaman sepenuhnya maka calon anggota dapat dilayani.

(3) Apabila anggota dan calon anggota sudah mendapat pelayanan sepenuhnya, koperasi lain dan anggotanya dapat dilayani berdasarkan perjanjian kerjasama antar koperasi yang bersangkutan.


(4) Pinjaman kepada anggota koperasi lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diberikan melalui koperasinya.

Pasal 21

(1) Rapat Anggota menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian pinjaman baik kepada anggota, calon anggota, koperasi lain dan atau anggotanya.

(2) Ketentuan mengenai batas maksimum pinjaman kepada anggota berlaku pula bagi pinjaman kepada Pengurus dan Pengawas.

Pasal 22

(1) Dalam hal terdapat kelebihan dana yang telah dihimpun, setelah melaksanakan kegiatan pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b, Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dapat:
a. menempatkan dana dalam bentuk giro, deposito berjangka, tabungan, sertifikat deposito pada bank dan lembaga keuangan lainnya;
b. pembelian saham melalui pasar modal;
c. mengembangkan dana tabungan melalui sarana investasi lainnya.

(2) Ketentuan mengenai penempatan dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 23

(1) Penghimpunan dan penyaluran dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 19 dilakukan dengan pemberian imbalan.

(2) Imbalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Rapat Anggota.

BAB VI
PEMBINAAN

Pasal 24

Pembinaan dan pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dilakukan oleh Menteri.




Pasal 25

Untuk terciptanya usaha simpan pinjam yang sehat, Menteri menetapkan ketentuan tentang prinsip kesehatan dan prinsip kehati-hatian usaha koperasi.

Pasal 26

(1) Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam melalui koperasi yang bersangkutan wajib menyampaikan laporan berkala dan tahunan kepada Menteri.

(2) Neraca dan Perhitungan Laba/Rugi tahunan bagi Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam tertentu wajib terlebih dahulu diaudit oleh akuntan publik dan diumumkan.

(3) Tatacara dan pelaksanaan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.

Pasal 27

(1) Menteri dapat melakukan pemeriksaan terhadap Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan.

(2) Dalam hal terjadi pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada padanya, serta wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen dan penjelasan yang dilaporkan oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam yang bersangkutan.

Pasal 28

(1) Dalam hal Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam mengalami kesulitan yang mengganggu kelangsungan usahanya, Menteri dapat memberikan petunjuk kepada Pengurus untuk melakukan tindakan sebagai berikut:
a. penambahan modal sendiri dan atau modal penyertaan;
b. Penggantian Pengelola;
c. penggabungan dengan koperasi lain;
d. penjualan sebagian aktiva tetap;
e. tindakan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dianggap mengalami kesulitan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), apabila mengalami salah satu atau gabungan dari hal-hal sebagai berikut:
a. terjadi penurunan modal dari jumlah modal yang disetorkan pada waktu pendirian;
b. penyediaan aktiva lancar tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek;
c. jumlah pinjaman yang diberikan lebih besar dari jumlah simpanan berjangka dan tabungan;
d. mengalami kerugian;
e. Pengelola melakukan penyalahgunaan keuangan;
f. Pengelola tidak melaksanakan tugasnya.

(3) Dalam hal kesulitan tidak dapat diatasi, Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dapat dibubarkan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan ini.

BAB VII
PEMBUBARAN

Pasal 29

(1) Pembubaran Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam dilakukan oleh Rapat Anggota.

(2) Dalam hal terjadi kondisi yang menyebabkan Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam harus dibubarkan dan koperasi yang bersangkutan tidak melakukan pembubaran, maka Menteri dapat:
a. meminta kepada Rapat Anggota Koperasi yang bersangkutan untuk membubarkan;
b. melakukan pembubaran dengan disertai sanksi administratif kepada Pengurus Koperasi yang bersangkutan.

(3) Pelaksanaan pembubaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan di bawah pengawasan Menteri.

Pasal 30

Dalam melakukan pembubaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, pihak yang mengambil keputusan pembubaran wajib mempertimbangkan masih adanya harta kekayaan Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam yang dapat dicairkan untuk memenuhi pembayaran kewajiban yang bersangkutan.




Pasal 31

(1) Pembubaran Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam oleh Menteri dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi hal tersebut, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini.

(2) Penyelesaian lebih lanjut sebagai akibat dari pembubaran Unit Simpan Pinjam oleh Menteri dilakukan oleh koperasi yang bersangkutan.

Pasal 32

(1) Tanpa mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992, pembubaran Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam diupayakan tidak melalui ketentuan kepailitan.

(2) Dalam hal kondisi Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam yang mengarah kepada kepailitan tidak dapat dihindarkan, sebelum mengajukan kepailitan kepada instansi yang berwenang, Pengurus Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam yang bersangkutan wajib meminta pertimbangan Menteri.

(3) Persyaratan dan tata cara mengajukan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur oleh Menteri.

Pasal 33

Dalam masa penyelesaian, pembayaran kewajiban Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam dilakukan berdasarkan urutan sebagai berikut:
a. gaji pegawai yang terutang;
b. biaya perkara di Pengadilan;
c. biaya lelang;
d. pajak Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam;
e. biaya kantor, seperti listrik, air, telepon, sewa dan pemeliharaan gedung;
f. penyimpan dana atau penabung, yang pembayarannya dilakukan secara berimbang untuk setiap penyimpan/ penabung dalam jumlah yang ditetapkan oleh Tim Penyelesaian berdasarkan persetujuan Menteri;
g. kreditur lainnya.

Pasal 34

(1) Segala biaya yang berkaitan dengan penyelesaian dibebankan pada harta kekayaan Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam yang bersangkutan dan dikeluarkan terlebih dahulu dari dana yang ada atau dari setiap hasil pencairan harta tersebut.

(2) Biaya pegawai, kantor dan pencairan harta kekayaan selama masa penyelesaian disusun dan ditetapkan oleh pihak yang melakukan pembubaran.

(3) Honor Tim Penyelesaian ditetapkan oleh pihak yang melakukan pembubaran dalam jumlah yang tetap dan atau berdasarkan prosentase dari setiap hasil pencairan harta kekayaan.

Pasal 35

Apabila setelah dilakukan pembayaran kewajiban dan biaya penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34 masih terdapat sisa harta kekayaan Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam, maka:
a. dalam hal Koperasi Simpan Pinjam, sisa harta tersebut dibagikan kepada anggota Koperasi Simpan Pinjam.
b. dalam hal Unit Simpan Pinjam, sisa harta tersebut diserahkan kepada koperasi yang bersangkutan.

Pasal 36

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembubaran dan penyelesaian Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam diatur dalam Keputusan Menteri.

BAB VIII
SANKSI

Pasal 37

(1) Dalam hal koperasi tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan (2) serta Pasal 27 ayat (2), koperasi yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif.

(2) Koperasi yang melaksanakan kegiatan simpan pinjam tanpa izin dikenakan sanksi administratif berupa pembubaran dan sanksi administratif lainnya.

(3) Persyaratan dan tata cara sanksi administratif diatur oleh Menteri.

BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 38

Untuk meningkatkan perkembangan usaha perkoperasian, Menteri mengadakan bimbingan dan penyuluhan kepada kelompok masyarakat yang melakukan kegiatan simpan pinjam bagi anggotanya agar kelompok masyarakat dalam menyelenggarakan kegiatannya tersebut dalam bentuk koperasi.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 39

Koperasi Simpan Pinjam dan koperasi yang mempunyai Unit Simpan Pinjam yang sudah berjalan pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku tetap melaksanakan kegiatan usahanya, dengan ketentuan wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 40

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 1995

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 1995
MENTERI NEGARA
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ttd

MOERDIONO




PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 1995
TENTANG
PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI

UMUM

Pasal 44 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menyatakan bahwa Koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota dan calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan atau anggotanya.

Ketentuan tersebut menjadi dasar dan kekuatan hukum bagi koperasi untuk melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam baik sebagai salah satu atau satu-satunya kegiatan usaha koperasi.

Atas dasar itu maka pelaksanaan kegiatan Simpan Pinjam oleh koperasi tersebut harus diatur secara khusus sesuai dengan ketentuan Undang-undang Perbankan dan Undang-undang Perkoperasian.

Peraturan tersebut dimaksudkan agar di satu pihak tidak bertentangan dengan Undang-undang Perbankan dan di lain pihak untuk mempertegas kedudukan Koperasi Simpan Pinjam pada koperasi yang bersangkutan sebagai koperasi atau Unit Usaha Koperasi yang memiliki ciri bentuk dan sistematis tersendiri.

Kegiatan usaha simpan pinjam ini sangat dibutuhkan oleh para anggota koperasi dan banyak manfaat yang diperolehnya dalam rangka meningkatkan modal usaha para anggotanya. Hal itu terlihat akan kenyataan bahwa koperasi yang sudah berjalan pada umumnya juga melaksanakan usaha simpan pinjam.

Sehubungan dengan hal tersebut dalam Peraturan Pemerintah ini dimuat ketentuan dengan tujuan agar kegiatan simpan pinjam oleh koperasi tersebut dapat berjalan dan berkembang secara jelas, teratur, tangguh dan mandiri.

Di samping itu juga memuat ketentuan untuk mengantisipasi prospek perkembangan di masa depan, di mana faktor permodalan bagi usaha anggota dan usaha koperasi sangat menentukan kelangsungan hidup koperasi dan usaha anggota yang bersangkutan.

Sebagai penghimpun dana masyarakat walaupun dalam lingkup yang terbatas, kegiatan Usaha Simpan Pinjam memiliki karakter khas, yaitu merupakan usaha yang didasarkan pada kepercayaan dan banyak menanggung resiko. Oleh karena itu pengelolaan harus dilakukan secara profesional dan ditangani oleh pengelola yang memiliki keahlian dan kemampuan khusus, dengan dibantu oleh sistem pengawasan internal yang ketat.
Dalam rangka itulah maka di samping koperasi sendiri harus melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan usaha simpan pinjam tersebut, Pemerintah juga perlu melakukan pembinaan dan pengawasan melalui Menteri yang membidangi koperasi. Pengawasan dilakukan oleh Menteri untuk menghindarkan terjadinya penyimpangan yang dampaknya sangat merugikan anggota dan hilangnya kepercayaan anggota.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas Peraturan Pemerintah ini disusun agar pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi dapat menjamin keberadaan kelancaran dan ketertiban usaha simpan pinjam oleh koperasi.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Angka 1
Cukup jelas

Angka 2
Cukup jelas

Angka 3
Cukup jelas

Angka 4
Cukup jelas

Angka 5
Cukup jelas

Angka 6
Cukup jelas

Angka 7
Cukup jelas

Angka 8
Cukup jelas

Pasal 2

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 3

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pengesahan Akta Pendirian Koperasi Simpan Pinjam berlaku sebagai izin usaha adalah dengan dikeluarkannya surat keputusan pengesahan Akta Pendirian koperasi tersebut sudah dapat melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam.

Pasal 4

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 5

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan koperasi yang sudah berbadan hukum adalah koperasi yang telah memperoleh pengesahan Akta Pendirian dan koperasi tersebut sudah melaksanakan kegiatan usaha tetapi bukan kegiatan usaha simpan pinjam.




Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Peraturan Perundang-undangan dalam ayat (2) ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tatacara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 6

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Tempat Pelayanan Simpan Pinjam (TPSP) yang selama ini
ada, berfungsi sebagai Kantor Cabang.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Pasal 7

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 8

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Dalam hal Anggaran Dasar tidak memuat ketentuan mengenai kewenangan Pengurus untuk mengangkat Pengelola, maka apabila Pengurus bermaksud mengangkat Pengelola, Pengurus mengajukan rencana pengangkatan Pengelola kepada Rapat Anggota.

Dalam hal Anggaran Dasar memuat ketentuan mengenai kewenangan Pengurus untuk mengangkat Pengelola, maka untuk melaksanakan kewenangan tersebut Pengurus tetap terlebih dahulu mengajukan rencana pengangkatan Pengelola kepada Rapat Anggota untuk mendapat persetujuan.

Sekalipun pengangkatan Pengelola memerlukan pengajuan rencana kepada Rapat Anggota, tetapi kewenangan untuk memilih dan mengangkat Pengelola tetap ada pada Pengurus.

Rencana pengangkatan Pengelola yang diajukan kepada Rapat Anggota dimaksud di atas antara lain meliputi persyaratan tugas dan wewenang, imbalan jasa, jaminan, perjanjian kerja dan nama calon Pengelola (apabila sudah ada).

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 9

Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan keahlian di bidang keuangan adalah
meliputi pengetahuan dasar pembukuan, perbankan atau simpan pinjam.

Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan kemampuan keuangan yang memadai adalah termasuk memiliki permodalan yang sehat setelah diaudit.
Huruf b
Yang dimaksud dengan tenaga managerial yang baik adalah pimpinan dan staf dari badan usaha yang akan diserahi tugas sebagai Pengelola harus mempunyai kemampuan untuk mengelola usaha serta mempunyai moral dan akhlak yang baik.

Pasal 10

Cukup jelas

Pasal 11

Ketentuan ini berlaku baik bagi Pengurus yang secara langsung melaksanakan pengelolaan maupun Pengelola yang diangkat oleh Pengurus.

Pasal 12

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dilakukan secara terpisah dari unit usaha lainnya adalah Unit Simpan Pinjam ini mempunyai sistim manajemen, administrasi pembukuan dan keuangan sendiri.

Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksudkan transaksi adalah meliputi transaksi simpanan, pinjaman atau keduanya.
Huruf b
Yang dimaksud pemupukan modal adalah modal sendiri yang terdapat pada Unit Simpan Pinjam yang bersangkutan.
Huruf c
Termasuk kegiatan yang menunjang Unit Simpan Pinjam adalah pendidikan.

Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa kepada anggota yang tidak ikut transaksi dalam Unit Simpan Pinjam diberikan pula bagian dari keuntungan Unit Simpan Pinjam.

Ayat (4)
Besarnya pembagian dan penggunaan keuntungan Unit Simpan Pinjam diusulkan dan diajukan oleh Pengurus dan disetujui oleh para anggota yang telah mendapat pelayanan dari Unit Simpan Pinjam.





Pasal 13

Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan jumlah dana yang ditanamkan adalah jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib yang diserahkan kepada koperasi.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Dimaksudkan untuk memberikan rangsangan bagi Pengelola dan karyawan agar supaya bekerja lebih baik. Pengertian Pengelola di sini meliputi Pengurus dan Pengelola yang diangkat oleh Pengurus.
Huruf d
Yang dimaksud dengan keperluan lain adalah keperluan yang digunakan untuk perkembangan dan kelancaran usaha koperasi yang bersangkutan.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 14

Ayat (1)
Pengertian Pengelola di sini meliputi Pengurus dan Pengelola
yang diangkat oleh Pengurus.

Ayat (2)
Huruf a
Apabila ada anggota koperasi yang mengambil simpanan pokok dan simpanan wajib hanya dapat dilaksanakan apabila telah ada modal pengganti dari anggota baru minimal sebesar simpanan pokok dan simpanan wajib yang akan diambil.
Huruf b
Ketentuan tersebut dimaksudkan agar pengeluaran investasi
jaringan pelayanan dibiayai dengan modal sendiri sehingga tidak memberatkan keuangan koperasi yang bersangkutan.
Huruf c
Ketentuan ini tidak ditetapkan secara kuantitatip tetapi harus diperhitungkan sendiri oleh koperasi dengan maksud apabila terjadi resiko atas modal yang berasal dari pinjaman dapat ditutup oleh modal sendiri.


Ayat (3)
Huruf a
Untuk menumbuhkan dan memantapkan tingkat kepercayaan penyimpan, maka koperasi wajib menjaga likuiditasnya agar dapat memenuhi kewajiban atau membayar hutang jangka pendek, terutama untuk membayar simpanan yang akan ditarik oleh penyimpan.
Huruf b
Ratio ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan dana yang telah dihimpun untuk pemanfaatan pemberian pinjaman, dengan tetap memperhitungkan aspek likuiditas.

Ayat (4)
Huruf a
Dalam menghimpun modal pinjaman dan modal penyertaan koperasi wajib memperhitungkan terlebih dahulu kemampuannya untuk dapat memenuhi kewajiban jangka pendek dan jangka panjang berdasarkan kekayaan yang dimiliki, agar koperasi tersebut dapat melaksanakan kegiatan usahanya dan tetap dipercaya.
Huruf b
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan rentabilitas yang wajar adalah keadaan dimana ratio antara keuntungan dibandingkan dengan kekayaannya tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah.
Ratio yang tidak terlalu tinggi dengan maksud bahwa koperasi tidak semata-mata mengejar keuntungan, sedangkan ratio tidak terlalu rendah dengan maksud agar koperasi tersebut dapat tetap berkembang.

Ayat (6)
Cukup jelas

Ayat (7)
Cukup jelas





Pasal 15

Ayat (1)
Pengertian Pengelola di sini meliputi Pengurus dan Pengelola
yang diangkat oleh Pengurus.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 16

Ayat (1)
Modal sendiri dalam pasal ini adalah modal yang berasal dari sumber-sumber sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992, termasuk di dalamnya yang disetorkan sebagai prasyarat untuk memperoleh pengesahan Akta Pendirian ataupun pengesahan perubahan Anggaran Dasar. Di samping modal sendiri, Koperasi dapat pula melakukan pemupukan modal penyertaan.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Modal tetap dimaksud adalah meliputi modal yang disetor pada awal pendirian dan modal tambahan yang tidak dapat diambil kembali.
Modal tidak tetap dimaksud adalah modal yang dapat diambil kembali sesuai dengan perjanjian. Modal ini dapat berasal dari modal penyertaan atau pinjaman pihak ke tiga, sepanjang hal tersebut dilakukan melalui Koperasi yang bersangkutan.

Ayat (4)
Dasar pertimbangan pemisahan kegiatan Usaha Simpan Pinjam dari unit usaha yang lain, antara lain karena pengelolaan di bidang keuangan bagi jenis usaha ini membutuhkan spesifikasi yang berbeda dengan kegiatan usaha yang lain baik dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian, pengawasan maupun administrasinya.
Hal ini dimaksudkan pula agar dana simpanan koperasi berjangka dan tabungan koperasi yang dipercayakan oleh penyimpan untuk disimpan di koperasi harus aman dan cukup tersedia bila sewaktu-waktu ditarik oleh penyimpan.



Ayat (5)
Jumlah modal sendiri bagi Koperasi Simpan Pinjam atau modal tetap dalam Unit Simpan Pinjam tidak boleh berkurang dari modal yang disetorkan pada saat pengesahan Akta Pendirian atau pengesahan perubahan Anggaran Dasarnya. Hal ini dimaksudkan agar koperasi tersebut dapat menjaga kelangsungan hidupnya.

Ayat (6)
Ketentuan modal awal ini diatur untuk memenuhi kelayakan usaha simpan pinjam.

Pasal 17

Ayat (1)
Penghimpunan modal pinjaman oleh Koperasi Simpan Pinjam dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar koperasi yang bersangkutan dan ketentuan lain yang berlaku.

Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas

Ayat (2)
Penghimpunan modal pinjaman oleh Unit Simpan Pinjam dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar koperasi yang bersangkutan dan ketentuan lain yang berlaku.

Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 18

Ayat (1)
Yang dimaksud calon anggota adalah orang perorang/ koperasi yang telah melunasi pembayaran simpanan pokok kepada koperasinya, tetapi secara formal belum sepenuhnya melengkapi persyaratan administratif, antara lain belum menandatangani Buku Daftar Anggota.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 19

Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan azas pemberian pinjaman yang sehat adalah pemberian pinjaman yang didasarkan atas penilaian kelayakan dan kemampuan permohonan pinjaman.

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 20

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Pelayanan kepada calon anggota hanya diberikan apabila yang bersangkutan sekalipun secara formal belum sepenuhnya terdaftar
sebagai anggota, tetapi secara material telah memenuhi dan melaksanakan persyaratan administratif keanggotaan koperasi yang bersangkutan.




Ayat (3)
Perjanjian kerjasama dimaksud dinyatakan sah apabila ditandatangani sekurang-kurangnya oleh ketua dan sekretaris masing-masing koperasi.

Ayat (4)
Dalam pemberian pinjaman kepada anggota koperasi lain yang bertanggung jawab terhadap pinjaman tersebut pada prinsipnya tetap anggota yang bersangkutan. Namun koperasi lain tersebut tetap ikut bertanggung jawab atas pengembalian pinjaman bila peminjam tidak mengembalikan pinjamannya.

Pasal 21

Ayat (1)
Ditetapkannya batas maksimum pemberian pinjaman dilakukan dalam rangka menjaga kesehatan usaha koperasi dan agar koperasi tersebut memprioritaskan pelayanannya kepada anggota.

Ayat (2)
Dengan ketentuan ini maka hak Pengurus dan Pengawas dalam menerima pinjaman sama seperti hak anggota dan tidak ada keistimewaan tertentu.

Pasal 22

Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 23

Ayat (1)
Pemberian imbalan dapat berupa bunga atau dalam bentuk lainnya antara lain berupa prinsip bagi hasil.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 24

Cukup jelas

Pasal 25

Ketentuan tentang prinsip kesehatan dan prinsip kehati-hatian yang ditetapkan oleh Menteri dimaksudkan untuk memberikan pedoman bagi usaha simpan pinjam yang dilakukan oleh koperasi dalam menjaga kesehatan usahanya. Ketentuan tersebut terutama berkaitan dengan aspek keuangan dan sistem pengelolaan usaha simpan pinjam, dan khusus mengenai aspek keuangan diperlukan pedoman yang bersifat kuantitatif. Pengaturan mengenai prinsip kehati-hatian ini diperlukan karena pada hakekatnya usaha simpan pinjam merupakan sarana pengelolaan dana.

Pasal 26

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 27

Ayat (1)
Menteri atau Pejabat yang ditunjuk dapat melakukan pemeriksaan terhadap koperasi setiap waktu apabila terjadi indikasi penyimpangan yang dilakukan oleh koperasi yang bersangkutan.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 28

Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas


Huruf c
Tindakan penggabungan dalam hal ini dilakukan hanya untuk Koperasi Simpan Pinjam.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Tindakan lain dalam hal ini misalnya membentuk lembaga yang berfungsi untuk menangani kesulitan koperasi.

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas

Ayat (3)
Pengertian pembubaran untuk Unit Simpan Pinjam adalah penutupan.

Pasal 29

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Sanksi administratif dimaksud antara lain berupa denda.

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 30

Ketentuan ini berlaku dalam hal pembubaran terjadi karena kesulitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 tidak dapat diatasi, atau karena hal lainnya sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992.
Tujuannya adalah untuk melindungi penyimpan dana.

Pasal 31

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 32

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 33

Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Pasal 34

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 35

Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Pasal 36

Cukup jelas

Pasal 37

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 38

Cukup jelas

Pasal 39

Cukup jelas






Pasal 40

Cukup jelas


DAFTAR PUSTAKA :

http://manajemen-koperasi.blogspot.com/2009/02/panduan-pelaksanaan-kegiatan-koperasi.html

PANDUAN PELAKSANAAN KOPERASI SIMPAN PINJAM PART I

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995

TENTANG

PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM
OLEH KOPERASI


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan anggota koperasi, maka kegiatan usaha simpan pinjam perlu ditumbuhkan dan dikembangkan;

b. bahwa kegiatan sebagaimana dimaksud huruf a harus dikelola secara berdaya guna dan berhasil guna;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas dan sebagai pelaksanaan Pasal 44 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, maka dipandang perluuntuk mengatur kegiatan usaha simpan pinjam oleh Koperasi dalam Peraturan Pemerintah;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3502);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini dengan:
1. Kegiatan usaha simpan pinjam adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan, calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan atau anggotanya.

2. Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang kegiatannya hanya usaha simpan pinjam.

3. Unit Simpan Pinjam adalah unit koperasi yang bergerak di bidang usaha simpan pinjam, sebagai bagian dari kegiatan usaha Koperasi yang bersangkutan.

4. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh anggota, calon anggota, koperasi-koperasi lain dan atau anggotanya kepada koperasi dalam bentuk tabungan, dan simpanan koperasi berjangka.

5. Simpanan Berjangka adalah simpanan di koperasi yang penyetorannya dilakukan sekali dan penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan koperasi yang bersangkutan.

6. Tabungan Koperasi adalah simpanan di koperasi yang penyetorannya dilakukan berangsur-angsur dan penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati antara penabung dengan koperasi yang bersangkutan dengan menggunakan Buku Tabungan Koperasi.

7. Pinjaman adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Koperasi dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjamuntuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu disertai dengan pembayaran sejumlah imbalan.

8. Menteri adalah Menteri yang membidangi koperasi.

BAB II
ORGANISASI

Bagian Pertama
Bentuk Organisasi

Pasal 2

(1) Kegiatan usaha simpan pinjam hanya dilaksanakan oleh Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam.

(2) Koperasi Simpan Pinjam dapat berbentuk Koperasi Primer atau Koperasi Sekunder.

(3) Unit Simpan Pinjam dapat dibentuk oleh Koperasi Primer atau Koperasi Sekunder.

Bagian Kedua
Pendirian

Pasal 3

(1) Pendirian Koperasi Simpan Pinjam dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai persyaratan dan tata cara pengesahan Akta Pendirian dan perubahan Anggaran Dasar Koperasi.

(2) Permintaan pengesahan Akta Pendirian Koperasi Simpan Pinjam diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan tambahan lampiran:
a. rencana kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun;
b. Administrasi dan pembukuan;
c. nama dan riwayat hidup calon Pengelola;
d. daftar sarana kerja.

(3) Pengesahan Akta Pendirian Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berlaku sebagai izin usaha.

Pasal 4

(1) Permintaan pengesahan Akta Pendirian Koperasi yang membuka Unit Simpan Pinjam diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2).

(2) Pengesahan Akta Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku sebagai izin usaha.

Pasal 5

(1) Koperasi yang sudah berbadan hukum dan akan memperluas usahanya di bidang simpan pinjam wajib mengadakan perubahan Anggaran Dasar dengan mencantumkan usaha simpan pinjam sebagai salah satu usahanya.

(2) Tatacara perubahan Anggaran Dasar dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Permintaan pengesahan perubahan Anggaran Dasar diajukan dengan disertai tambahan lampiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2).
(4) Pengesahan perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlaku sebagai izin usaha. Bagian Ketiga Jaringan Pelayanan

Pasal 6

(1) Untuk meningkatkan pelayanan kepada anggota, Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dapat membuka jaringan pelayanan simpan pinjam.

(2) Jaringan pelayanan simpan pinjam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa :
a. Kantor Cabang yang berfungsi mewakili Kantor Pusat dalam menjalankan kegiatan usaha untuk menghimpun dana dan penyalurannya serta mempunyai wewenang memutuskan pemberian pinjaman;
b. Kantor Cabang Pembantu yang berfungsi mewakili Kantor Cabang dalam menjalankan kegiatan usaha untuk menghimpun dana dan penyalurannya serta mempunyai wewenang menerima permohonan pinjaman tetapi tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan pemberian pinjaman;
c. Kantor Kas yang berfungsi mewakili Kantor Cabang dalam menjalankan kegiatan usaha untuk menghimpun dana.

Pasal 7

(1) Pembukaan Kantor Cabang harus memperoleh persetujuan dari Menteri.

(2) Pembukaan Kantor Cabang Pembantu dan Kantor Kas tidak diperlukan persetujuan Menteri tetapi harus dilaporkan kepada Menteri paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak pembukaan kantor.

BAB III
PENGELOLAAN

Pasal 8

(1) Pengelolaan kegiatan usaha simpan pinjam dilakukan oleh Pengurus.

(2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh Pengelola yang diangkat oleh Pengurus.

(3) Pengelola sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggung jawab kepada Pengurus.

(4) Pengelola sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat berupa perorangan atau badan usaha, termasuk yang berbentuk badan hukum.
(5) Dalam melaksanakan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pengelola wajib mengadakan kontrak kerja dengan Pengurus.

Pasal 9

(1) Dalam hal Pengelola adalah perorangan, wajib memenuhi persyaratan minimal sebagai berikut:
a. tidak pernah melakukan tindakan tercela di bidang keuangan dan atau dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang keuangan;
b. memiliki akhlak dan moral yang baik; c.mempunyai keahlian di bidang keuangan atau pernah mengikuti pelatihan simpan pinjam atau magang dalam usaha simpan pinjam.

(2) Dalam hal Pengelola adalah badan usaha wajib memenuhi persyaratan minimal sebagai berikut:
a. memiliki kemampuan keuangan yang memadai;
b. memiliki tenaga managerial yang berkualitas baik.

Pasal 10

Dalam hal Pengurus secara langsung melakukan pengelolaan terhadap usaha simpan pinjam maka berlaku ketentuan mengenai persyaratan Pengelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).

Pasal 11

Dalam hal pengelolaan dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) orang, maka:

a. sekurang-kurangnya 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah Pengelola wajib mempunyai keahlian di bidang keuangan atau pernah mengikuti pelatihan di bidang simpan pinjam atau magang dalam usaha simpan pinjam.

b. di antara Pengelola tidak boleh mempunyai hubungan keluarga sampai derajat ke satu menurut garis lurus ke bawah maupun ke samping.

Pasal 12

(1) Pengelolaan Unit Simpan Pinjam dilakukan secara terpisah dari unit usaha lainnya.

(2) Pendapatan Unit Simpan Pinjam setelah dikurangi biaya penyelenggaraan kegiatan unit yang bersangkutan, dipergunakan untuk keperluan sebagai berikut:
a. dibagikan kepada anggota secara berimbang berdasarkan nilai transaksi;
b. pemupukan modal Unit Simpan Pinjam;
c. membiayai kegiatan lain yang menunjang Unit Simpan Pinjam.

(3) Sisa pendapatan Unit Simpan Pinjam setelah dikurangi biaya dan keperluan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diserahkan kepada koperasi yang bersangkutanuntuk dibagikan kepada seluruh anggota koperasi.

(4) Pembagian dan penggunaan keuntungan Unit Simpan Pinjam diajukan oleh Pengurus Unit Simpan Pinjam untuk mendapat persetujuan para anggota yang telah mendapat pelayanan dari Unit Simpan Pinjam.

Pasal 13

(1) Sisa Hasil Usaha yang diperoleh Koperasi Simpan Pinjam setelah dikurangi dana cadangan, dipergunakan untuk :
a. dibagikan kepada anggota secara berimbang berdasarkan jumlah dana yang ditanamkan sebagai modal sendiri pada koperasi dan nilai transaksi;
b. membiayai pendidikan dan latihan serta peningkatan ketrampilan;
c. insentip bagi Pengelola dan karyawan;
d. keperluan lain untuk menunjang kegiatan koperasi.

(2) Penentuan prioritas atau besarnya dana untuk penggunaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, c, dan d diputuskan oleh Rapat Anggota.

Pasal 14

(1) Dalam menjalankan usahanya, Pengelola wajib memperhatikan aspek permodalan, likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas guna menjaga kesehatan usaha dan menjaga kepentingan semua pihak yang terkait.

(2) Aspek permodalan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. modal sendiri koperasi tidak boleh berkurang jumlahnya dan harus ditingkatkan;
b. setiap pembukaan jaringan pelayanan, harus disediakan tambahan modal sendiri;
c. antara modal sendiri dengan modal pinjaman dan modal penyertaan harus berimbang.




(3) Aspek likuiditas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
a. penyediaan aktiva lancar yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek;
b. ratio antara pinjaman yang diberikan dengan dana yang telah dihimpun.

(4) Aspek solvabilitas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. penghimpunan modal pinjaman dan modal penyertaan didasarkan pada kemampuan membayar kembali;
b. ratio antara modal pinjaman dan modal penyertaan dengan kekayaan harus berimbang.

(5) Aspek rentabilitas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. rencana perolehan Sisa Hasil Usaha (SHU) atau keuntungan ditetapkan dalam jumlah yang wajar untuk dapat memupuk permodalan, pengembangan usaha, pembagian jasa anggota dengan tetap mengutamakan kualitas pelayanan;
b. ratio antara Sisa Hasil Usaha (SHU) atau keuntungan dengan aktiva harus wajar.

(6) Untuk menjaga kesehatan usaha, Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam tidak dapat menghipotekkan atau menggadaikan harta kekayaannya.

(7) Pelaksanaan ketentuan ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 15

(1) Pengelola Koperasi berkewajiban merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan simpanan berjangka dan tabungan masing-masing penyimpan kepada pihak ketiga dan kepada anggota secara perorangan, kecuali dalam hal yang diperlukan untuk kepentingan proses peradilan dan perpajakan.

(2) Permintaan untuk mendapatkan keterangan mengenai simpanan berjangka dan tabungan sehubungan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh pimpinan instansi yang menangani proses peradilan atau perpajakan kepada Menteri.


BAB IV
PERMODALAN

Pasal 16

(1) Koperasi Simpan Pinjam wajib menyediakan modal sendiri dan dapat ditambah dengan modal penyertaan.

(2) Koperasi yang memiliki Unit Simpan Pinjam wajib menyediakan sebagian modal dari koperasi untuk modal kegiatan simpan pinjam.

(3) Modal Unit Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berupa modal tetap dan modal tidak tetap.

(4) Modal Unit Simpan Pinjam dikelola secara terpisah dari unit lainnya dalam Koperasi yang bersangkutan.

(5) Jumlah modal sendiri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan modal tetap Unit Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak boleh berkurang jumlahnya dari jumlah yang semula.

(6) Ketentuan mengenai modal yang disetor pada awal pendirian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 17

(1) Selain modal sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 16, Koperasi Simpan Pinjam dapat menghimpun modal pinjaman dari:
a. anggota;
b. koperasi lainnya dan atau anggotanya;
c. bank dan lembaga keuangan lainnya;
d. penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;
e. sumber lain yang sah.

(2) Unit Simpan Pinjam melalui Koperasinya dapat menghimpun modal pinjaman sebagai modal tidak tetap dari:
a. anggota;
b. koperasi lainnya dan atau anggotanya;
c. bank dan lembaga keuangan lainnya;
d. penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;
e. sumber lain yang sah.

(3) Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya dilakukan dengan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

BAB V
KEGIATAN USAHA

Pasal 18

(1) Kegiatan usaha simpan pinjam dilaksanakan dari dan untuk anggota, calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan atau anggotanya.

(2) Calon anggota koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah melunasi simpanan pokok harus menjadi anggota.

Pasal 19

(1) Kegiatan Usaha Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam adalah:
a. menghimpun simpanan koperasi berjangka dan tabungan koperasi dari anggota dan calon anggotanya, koperasi lain dan atau anggotanya;
b. memberikan pinjaman kepada anggota, calon anggotanya, koperasi lain dan atau anggotanya.

(2) Dalam memberikan pinjaman, Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam wajib memegang teguh prinsip pemberian pinjaman yang sehat dengan memperhatikan penilaian kelayakan dan kemampuan pemohon pinjaman.

(3) Kegiatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dalam melayani koperasi lain dan atau anggotanya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan berdasarkan perjanjian kerjasama antar koperasi.

Pasal 20

(1) Dalam melaksanakan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b, Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam mengutamakan pelayanan kepada anggota.

(2) Apabila anggota sudah mendapat pelayanan pinjaman sepenuhnya maka calon anggota dapat dilayani.

(3) Apabila anggota dan calon anggota sudah mendapat pelayanan sepenuhnya, koperasi lain dan anggotanya dapat dilayani berdasarkan perjanjian kerjasama antar koperasi yang bersangkutan.


(4) Pinjaman kepada anggota koperasi lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diberikan melalui koperasinya.

Pasal 21

(1) Rapat Anggota menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian pinjaman baik kepada anggota, calon anggota, koperasi lain dan atau anggotanya.

(2) Ketentuan mengenai batas maksimum pinjaman kepada anggota berlaku pula bagi pinjaman kepada Pengurus dan Pengawas.

Pasal 22

(1) Dalam hal terdapat kelebihan dana yang telah dihimpun, setelah melaksanakan kegiatan pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b, Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dapat:
a. menempatkan dana dalam bentuk giro, deposito berjangka, tabungan, sertifikat deposito pada bank dan lembaga keuangan lainnya;
b. pembelian saham melalui pasar modal;
c. mengembangkan dana tabungan melalui sarana investasi lainnya.

(2) Ketentuan mengenai penempatan dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 23

(1) Penghimpunan dan penyaluran dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 19 dilakukan dengan pemberian imbalan.

(2) Imbalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Rapat Anggota.

BAB VI
PEMBINAAN

Pasal 24

Pembinaan dan pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dilakukan oleh Menteri.




Pasal 25

Untuk terciptanya usaha simpan pinjam yang sehat, Menteri menetapkan ketentuan tentang prinsip kesehatan dan prinsip kehati-hatian usaha koperasi.

Pasal 26

(1) Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam melalui koperasi yang bersangkutan wajib menyampaikan laporan berkala dan tahunan kepada Menteri.

(2) Neraca dan Perhitungan Laba/Rugi tahunan bagi Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam tertentu wajib terlebih dahulu diaudit oleh akuntan publik dan diumumkan.

(3) Tatacara dan pelaksanaan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.

Pasal 27

(1) Menteri dapat melakukan pemeriksaan terhadap Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan.

(2) Dalam hal terjadi pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada padanya, serta wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen dan penjelasan yang dilaporkan oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam yang bersangkutan.

Pasal 28

(1) Dalam hal Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam mengalami kesulitan yang mengganggu kelangsungan usahanya, Menteri dapat memberikan petunjuk kepada Pengurus untuk melakukan tindakan sebagai berikut:
a. penambahan modal sendiri dan atau modal penyertaan;
b. Penggantian Pengelola;
c. penggabungan dengan koperasi lain;
d. penjualan sebagian aktiva tetap;
e. tindakan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dianggap mengalami kesulitan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), apabila mengalami salah satu atau gabungan dari hal-hal sebagai berikut:
a. terjadi penurunan modal dari jumlah modal yang disetorkan pada waktu pendirian;
b. penyediaan aktiva lancar tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek;
c. jumlah pinjaman yang diberikan lebih besar dari jumlah simpanan berjangka dan tabungan;
d. mengalami kerugian;
e. Pengelola melakukan penyalahgunaan keuangan;
f. Pengelola tidak melaksanakan tugasnya.

(3) Dalam hal kesulitan tidak dapat diatasi, Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dapat dibubarkan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan ini.

BAB VII
PEMBUBARAN

Pasal 29

(1) Pembubaran Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam dilakukan oleh Rapat Anggota.

(2) Dalam hal terjadi kondisi yang menyebabkan Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam harus dibubarkan dan koperasi yang bersangkutan tidak melakukan pembubaran, maka Menteri dapat:
a. meminta kepada Rapat Anggota Koperasi yang bersangkutan untuk membubarkan;
b. melakukan pembubaran dengan disertai sanksi administratif kepada Pengurus Koperasi yang bersangkutan.

(3) Pelaksanaan pembubaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan di bawah pengawasan Menteri.

Pasal 30

Dalam melakukan pembubaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, pihak yang mengambil keputusan pembubaran wajib mempertimbangkan masih adanya harta kekayaan Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam yang dapat dicairkan untuk memenuhi pembayaran kewajiban yang bersangkutan.




Pasal 31

(1) Pembubaran Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam oleh Menteri dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi hal tersebut, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini.

(2) Penyelesaian lebih lanjut sebagai akibat dari pembubaran Unit Simpan Pinjam oleh Menteri dilakukan oleh koperasi yang bersangkutan.

Pasal 32

(1) Tanpa mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992, pembubaran Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam diupayakan tidak melalui ketentuan kepailitan.

(2) Dalam hal kondisi Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam yang mengarah kepada kepailitan tidak dapat dihindarkan, sebelum mengajukan kepailitan kepada instansi yang berwenang, Pengurus Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam yang bersangkutan wajib meminta pertimbangan Menteri.

(3) Persyaratan dan tata cara mengajukan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur oleh Menteri.

Pasal 33

Dalam masa penyelesaian, pembayaran kewajiban Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam dilakukan berdasarkan urutan sebagai berikut:
a. gaji pegawai yang terutang;
b. biaya perkara di Pengadilan;
c. biaya lelang;
d. pajak Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam;
e. biaya kantor, seperti listrik, air, telepon, sewa dan pemeliharaan gedung;
f. penyimpan dana atau penabung, yang pembayarannya dilakukan secara berimbang untuk setiap penyimpan/ penabung dalam jumlah yang ditetapkan oleh Tim Penyelesaian berdasarkan persetujuan Menteri;
g. kreditur lainnya.

Pasal 34

(1) Segala biaya yang berkaitan dengan penyelesaian dibebankan pada harta kekayaan Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam yang bersangkutan dan dikeluarkan terlebih dahulu dari dana yang ada atau dari setiap hasil pencairan harta tersebut.

(2) Biaya pegawai, kantor dan pencairan harta kekayaan selama masa penyelesaian disusun dan ditetapkan oleh pihak yang melakukan pembubaran.

(3) Honor Tim Penyelesaian ditetapkan oleh pihak yang melakukan pembubaran dalam jumlah yang tetap dan atau berdasarkan prosentase dari setiap hasil pencairan harta kekayaan.

Pasal 35

Apabila setelah dilakukan pembayaran kewajiban dan biaya penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34 masih terdapat sisa harta kekayaan Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam, maka:
a. dalam hal Koperasi Simpan Pinjam, sisa harta tersebut dibagikan kepada anggota Koperasi Simpan Pinjam.
b. dalam hal Unit Simpan Pinjam, sisa harta tersebut diserahkan kepada koperasi yang bersangkutan.

Pasal 36

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembubaran dan penyelesaian Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam diatur dalam Keputusan Menteri.

BAB VIII
SANKSI

Pasal 37

(1) Dalam hal koperasi tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan (2) serta Pasal 27 ayat (2), koperasi yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif.

(2) Koperasi yang melaksanakan kegiatan simpan pinjam tanpa izin dikenakan sanksi administratif berupa pembubaran dan sanksi administratif lainnya.

(3) Persyaratan dan tata cara sanksi administratif diatur oleh Menteri.

BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 38

Untuk meningkatkan perkembangan usaha perkoperasian, Menteri mengadakan bimbingan dan penyuluhan kepada kelompok masyarakat yang melakukan kegiatan simpan pinjam bagi anggotanya agar kelompok masyarakat dalam menyelenggarakan kegiatannya tersebut dalam bentuk koperasi.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 39

Koperasi Simpan Pinjam dan koperasi yang mempunyai Unit Simpan Pinjam yang sudah berjalan pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku tetap melaksanakan kegiatan usahanya, dengan ketentuan wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 40

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 1995

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 1995
MENTERI NEGARA
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ttd

MOERDIONO




PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 1995
TENTANG
PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI

UMUM

Pasal 44 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menyatakan bahwa Koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota dan calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan atau anggotanya.

Ketentuan tersebut menjadi dasar dan kekuatan hukum bagi koperasi untuk melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam baik sebagai salah satu atau satu-satunya kegiatan usaha koperasi.

Atas dasar itu maka pelaksanaan kegiatan Simpan Pinjam oleh koperasi tersebut harus diatur secara khusus sesuai dengan ketentuan Undang-undang Perbankan dan Undang-undang Perkoperasian.

Peraturan tersebut dimaksudkan agar di satu pihak tidak bertentangan dengan Undang-undang Perbankan dan di lain pihak untuk mempertegas kedudukan Koperasi Simpan Pinjam pada koperasi yang bersangkutan sebagai koperasi atau Unit Usaha Koperasi yang memiliki ciri bentuk dan sistematis tersendiri.

Kegiatan usaha simpan pinjam ini sangat dibutuhkan oleh para anggota koperasi dan banyak manfaat yang diperolehnya dalam rangka meningkatkan modal usaha para anggotanya. Hal itu terlihat akan kenyataan bahwa koperasi yang sudah berjalan pada umumnya juga melaksanakan usaha simpan pinjam.

Sehubungan dengan hal tersebut dalam Peraturan Pemerintah ini dimuat ketentuan dengan tujuan agar kegiatan simpan pinjam oleh koperasi tersebut dapat berjalan dan berkembang secara jelas, teratur, tangguh dan mandiri.

Di samping itu juga memuat ketentuan untuk mengantisipasi prospek perkembangan di masa depan, di mana faktor permodalan bagi usaha anggota dan usaha koperasi sangat menentukan kelangsungan hidup koperasi dan usaha anggota yang bersangkutan.

Sebagai penghimpun dana masyarakat walaupun dalam lingkup yang terbatas, kegiatan Usaha Simpan Pinjam memiliki karakter khas, yaitu merupakan usaha yang didasarkan pada kepercayaan dan banyak menanggung resiko. Oleh karena itu pengelolaan harus dilakukan secara profesional dan ditangani oleh pengelola yang memiliki keahlian dan kemampuan khusus, dengan dibantu oleh sistem pengawasan internal yang ketat.
Dalam rangka itulah maka di samping koperasi sendiri harus melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan usaha simpan pinjam tersebut, Pemerintah juga perlu melakukan pembinaan dan pengawasan melalui Menteri yang membidangi koperasi. Pengawasan dilakukan oleh Menteri untuk menghindarkan terjadinya penyimpangan yang dampaknya sangat merugikan anggota dan hilangnya kepercayaan anggota.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas Peraturan Pemerintah ini disusun agar pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi dapat menjamin keberadaan kelancaran dan ketertiban usaha simpan pinjam oleh koperasi.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Angka 1
Cukup jelas

Angka 2
Cukup jelas

Angka 3
Cukup jelas

Angka 4
Cukup jelas

Angka 5
Cukup jelas

Angka 6
Cukup jelas

Angka 7
Cukup jelas

Angka 8
Cukup jelas

Pasal 2

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 3

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pengesahan Akta Pendirian Koperasi Simpan Pinjam berlaku sebagai izin usaha adalah dengan dikeluarkannya surat keputusan pengesahan Akta Pendirian koperasi tersebut sudah dapat melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam.

Pasal 4

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 5

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan koperasi yang sudah berbadan hukum adalah koperasi yang telah memperoleh pengesahan Akta Pendirian dan koperasi tersebut sudah melaksanakan kegiatan usaha tetapi bukan kegiatan usaha simpan pinjam.




Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Peraturan Perundang-undangan dalam ayat (2) ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tatacara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 6

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Tempat Pelayanan Simpan Pinjam (TPSP) yang selama ini
ada, berfungsi sebagai Kantor Cabang.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Pasal 7

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 8

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Dalam hal Anggaran Dasar tidak memuat ketentuan mengenai kewenangan Pengurus untuk mengangkat Pengelola, maka apabila Pengurus bermaksud mengangkat Pengelola, Pengurus mengajukan rencana pengangkatan Pengelola kepada Rapat Anggota.

Dalam hal Anggaran Dasar memuat ketentuan mengenai kewenangan Pengurus untuk mengangkat Pengelola, maka untuk melaksanakan kewenangan tersebut Pengurus tetap terlebih dahulu mengajukan rencana pengangkatan Pengelola kepada Rapat Anggota untuk mendapat persetujuan.

Sekalipun pengangkatan Pengelola memerlukan pengajuan rencana kepada Rapat Anggota, tetapi kewenangan untuk memilih dan mengangkat Pengelola tetap ada pada Pengurus.

Rencana pengangkatan Pengelola yang diajukan kepada Rapat Anggota dimaksud di atas antara lain meliputi persyaratan tugas dan wewenang, imbalan jasa, jaminan, perjanjian kerja dan nama calon Pengelola (apabila sudah ada).

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 9

Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan keahlian di bidang keuangan adalah
meliputi pengetahuan dasar pembukuan, perbankan atau simpan pinjam.

Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan kemampuan keuangan yang memadai adalah termasuk memiliki permodalan yang sehat setelah diaudit.
Huruf b
Yang dimaksud dengan tenaga managerial yang baik adalah pimpinan dan staf dari badan usaha yang akan diserahi tugas sebagai Pengelola harus mempunyai kemampuan untuk mengelola usaha serta mempunyai moral dan akhlak yang baik.

Pasal 10

Cukup jelas

Pasal 11

Ketentuan ini berlaku baik bagi Pengurus yang secara langsung melaksanakan pengelolaan maupun Pengelola yang diangkat oleh Pengurus.

Pasal 12

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dilakukan secara terpisah dari unit usaha lainnya adalah Unit Simpan Pinjam ini mempunyai sistim manajemen, administrasi pembukuan dan keuangan sendiri.

Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksudkan transaksi adalah meliputi transaksi simpanan, pinjaman atau keduanya.
Huruf b
Yang dimaksud pemupukan modal adalah modal sendiri yang terdapat pada Unit Simpan Pinjam yang bersangkutan.
Huruf c
Termasuk kegiatan yang menunjang Unit Simpan Pinjam adalah pendidikan.

Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa kepada anggota yang tidak ikut transaksi dalam Unit Simpan Pinjam diberikan pula bagian dari keuntungan Unit Simpan Pinjam.

Ayat (4)
Besarnya pembagian dan penggunaan keuntungan Unit Simpan Pinjam diusulkan dan diajukan oleh Pengurus dan disetujui oleh para anggota yang telah mendapat pelayanan dari Unit Simpan Pinjam.





Pasal 13

Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan jumlah dana yang ditanamkan adalah jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib yang diserahkan kepada koperasi.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Dimaksudkan untuk memberikan rangsangan bagi Pengelola dan karyawan agar supaya bekerja lebih baik. Pengertian Pengelola di sini meliputi Pengurus dan Pengelola yang diangkat oleh Pengurus.
Huruf d
Yang dimaksud dengan keperluan lain adalah keperluan yang digunakan untuk perkembangan dan kelancaran usaha koperasi yang bersangkutan.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 14

Ayat (1)
Pengertian Pengelola di sini meliputi Pengurus dan Pengelola
yang diangkat oleh Pengurus.

Ayat (2)
Huruf a
Apabila ada anggota koperasi yang mengambil simpanan pokok dan simpanan wajib hanya dapat dilaksanakan apabila telah ada modal pengganti dari anggota baru minimal sebesar simpanan pokok dan simpanan wajib yang akan diambil.
Huruf b
Ketentuan tersebut dimaksudkan agar pengeluaran investasi
jaringan pelayanan dibiayai dengan modal sendiri sehingga tidak memberatkan keuangan koperasi yang bersangkutan.
Huruf c
Ketentuan ini tidak ditetapkan secara kuantitatip tetapi harus diperhitungkan sendiri oleh koperasi dengan maksud apabila terjadi resiko atas modal yang berasal dari pinjaman dapat ditutup oleh modal sendiri.


Ayat (3)
Huruf a
Untuk menumbuhkan dan memantapkan tingkat kepercayaan penyimpan, maka koperasi wajib menjaga likuiditasnya agar dapat memenuhi kewajiban atau membayar hutang jangka pendek, terutama untuk membayar simpanan yang akan ditarik oleh penyimpan.
Huruf b
Ratio ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan dana yang telah dihimpun untuk pemanfaatan pemberian pinjaman, dengan tetap memperhitungkan aspek likuiditas.

Ayat (4)
Huruf a
Dalam menghimpun modal pinjaman dan modal penyertaan koperasi wajib memperhitungkan terlebih dahulu kemampuannya untuk dapat memenuhi kewajiban jangka pendek dan jangka panjang berdasarkan kekayaan yang dimiliki, agar koperasi tersebut dapat melaksanakan kegiatan usahanya dan tetap dipercaya.
Huruf b
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan rentabilitas yang wajar adalah keadaan dimana ratio antara keuntungan dibandingkan dengan kekayaannya tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah.
Ratio yang tidak terlalu tinggi dengan maksud bahwa koperasi tidak semata-mata mengejar keuntungan, sedangkan ratio tidak terlalu rendah dengan maksud agar koperasi tersebut dapat tetap berkembang.

Ayat (6)
Cukup jelas

Ayat (7)
Cukup jelas





Pasal 15

Ayat (1)
Pengertian Pengelola di sini meliputi Pengurus dan Pengelola
yang diangkat oleh Pengurus.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 16

Ayat (1)
Modal sendiri dalam pasal ini adalah modal yang berasal dari sumber-sumber sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992, termasuk di dalamnya yang disetorkan sebagai prasyarat untuk memperoleh pengesahan Akta Pendirian ataupun pengesahan perubahan Anggaran Dasar. Di samping modal sendiri, Koperasi dapat pula melakukan pemupukan modal penyertaan.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Modal tetap dimaksud adalah meliputi modal yang disetor pada awal pendirian dan modal tambahan yang tidak dapat diambil kembali.
Modal tidak tetap dimaksud adalah modal yang dapat diambil kembali sesuai dengan perjanjian. Modal ini dapat berasal dari modal penyertaan atau pinjaman pihak ke tiga, sepanjang hal tersebut dilakukan melalui Koperasi yang bersangkutan.

Ayat (4)
Dasar pertimbangan pemisahan kegiatan Usaha Simpan Pinjam dari unit usaha yang lain, antara lain karena pengelolaan di bidang keuangan bagi jenis usaha ini membutuhkan spesifikasi yang berbeda dengan kegiatan usaha yang lain baik dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian, pengawasan maupun administrasinya.
Hal ini dimaksudkan pula agar dana simpanan koperasi berjangka dan tabungan koperasi yang dipercayakan oleh penyimpan untuk disimpan di koperasi harus aman dan cukup tersedia bila sewaktu-waktu ditarik oleh penyimpan.



Ayat (5)
Jumlah modal sendiri bagi Koperasi Simpan Pinjam atau modal tetap dalam Unit Simpan Pinjam tidak boleh berkurang dari modal yang disetorkan pada saat pengesahan Akta Pendirian atau pengesahan perubahan Anggaran Dasarnya. Hal ini dimaksudkan agar koperasi tersebut dapat menjaga kelangsungan hidupnya.

Ayat (6)
Ketentuan modal awal ini diatur untuk memenuhi kelayakan usaha simpan pinjam.

Pasal 17

Ayat (1)
Penghimpunan modal pinjaman oleh Koperasi Simpan Pinjam dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar koperasi yang bersangkutan dan ketentuan lain yang berlaku.

Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas

Ayat (2)
Penghimpunan modal pinjaman oleh Unit Simpan Pinjam dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar koperasi yang bersangkutan dan ketentuan lain yang berlaku.

Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 18

Ayat (1)
Yang dimaksud calon anggota adalah orang perorang/ koperasi yang telah melunasi pembayaran simpanan pokok kepada koperasinya, tetapi secara formal belum sepenuhnya melengkapi persyaratan administratif, antara lain belum menandatangani Buku Daftar Anggota.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 19

Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan azas pemberian pinjaman yang sehat adalah pemberian pinjaman yang didasarkan atas penilaian kelayakan dan kemampuan permohonan pinjaman.

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 20

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Pelayanan kepada calon anggota hanya diberikan apabila yang bersangkutan sekalipun secara formal belum sepenuhnya terdaftar
sebagai anggota, tetapi secara material telah memenuhi dan melaksanakan persyaratan administratif keanggotaan koperasi yang bersangkutan.




Ayat (3)
Perjanjian kerjasama dimaksud dinyatakan sah apabila ditandatangani sekurang-kurangnya oleh ketua dan sekretaris masing-masing koperasi.

Ayat (4)
Dalam pemberian pinjaman kepada anggota koperasi lain yang bertanggung jawab terhadap pinjaman tersebut pada prinsipnya tetap anggota yang bersangkutan. Namun koperasi lain tersebut tetap ikut bertanggung jawab atas pengembalian pinjaman bila peminjam tidak mengembalikan pinjamannya.

Pasal 21

Ayat (1)
Ditetapkannya batas maksimum pemberian pinjaman dilakukan dalam rangka menjaga kesehatan usaha koperasi dan agar koperasi tersebut memprioritaskan pelayanannya kepada anggota.

Ayat (2)
Dengan ketentuan ini maka hak Pengurus dan Pengawas dalam menerima pinjaman sama seperti hak anggota dan tidak ada keistimewaan tertentu.

Pasal 22

Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 23

Ayat (1)
Pemberian imbalan dapat berupa bunga atau dalam bentuk lainnya antara lain berupa prinsip bagi hasil.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 24

Cukup jelas

Pasal 25

Ketentuan tentang prinsip kesehatan dan prinsip kehati-hatian yang ditetapkan oleh Menteri dimaksudkan untuk memberikan pedoman bagi usaha simpan pinjam yang dilakukan oleh koperasi dalam menjaga kesehatan usahanya. Ketentuan tersebut terutama berkaitan dengan aspek keuangan dan sistem pengelolaan usaha simpan pinjam, dan khusus mengenai aspek keuangan diperlukan pedoman yang bersifat kuantitatif. Pengaturan mengenai prinsip kehati-hatian ini diperlukan karena pada hakekatnya usaha simpan pinjam merupakan sarana pengelolaan dana.

Pasal 26

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 27

Ayat (1)
Menteri atau Pejabat yang ditunjuk dapat melakukan pemeriksaan terhadap koperasi setiap waktu apabila terjadi indikasi penyimpangan yang dilakukan oleh koperasi yang bersangkutan.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 28

Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas


Huruf c
Tindakan penggabungan dalam hal ini dilakukan hanya untuk Koperasi Simpan Pinjam.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Tindakan lain dalam hal ini misalnya membentuk lembaga yang berfungsi untuk menangani kesulitan koperasi.

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas

Ayat (3)
Pengertian pembubaran untuk Unit Simpan Pinjam adalah penutupan.

Pasal 29

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Sanksi administratif dimaksud antara lain berupa denda.

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 30

Ketentuan ini berlaku dalam hal pembubaran terjadi karena kesulitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 tidak dapat diatasi, atau karena hal lainnya sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992.
Tujuannya adalah untuk melindungi penyimpan dana.

Pasal 31

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 32

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 33

Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Pasal 34

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 35

Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Pasal 36

Cukup jelas

Pasal 37

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 38

Cukup jelas

Pasal 39

Cukup jelas






Pasal 40

Cukup jelas


CATATAN

Kutipan : LEMBAR LEPAS SEKRETARIAT NEGARA TAHUN 1995

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995

TENTANG

PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM
OLEH KOPERASI


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan anggota koperasi, maka kegiatan usaha simpan pinjam perlu ditumbuhkan dan dikembangkan;

b. bahwa kegiatan sebagaimana dimaksud huruf a harus dikelola secara berdaya guna dan berhasil guna;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas dan sebagai pelaksanaan Pasal 44 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, maka dipandang perlu untuk mengatur kegiatan usaha simpan pinjam oleh Koperasi dalam Peraturan Pemerintah;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3502);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI.