Tugas Soft Skill Etika Bisnis
NAMA : YUNI ANITA
KELAS : 4EA10
NPM : 13209699
Kegiatan bisnis (usaha) dalam
kacamata Islam, bukanlah kegiatan yang boleh dilakukan dengan serampangan dan
sesuka hati. Islam memberikan rambu-rambu pedoman dalam melakukan kegiatan
usaha, mengingat pentingnya masalah ini juga mengingat banyaknya manusia yang
tergelincir dalam perkara bisnis ini. Faktanya terdapat ancaman keras bagi
pelaku bisnis yang tidak mempedulikan etika, tetapi juga janji berupa keutamaan
yang besar bagi mereka yang benar-benar menjaga dirinya dari hal-hal yang
diharamkan.
Pembahasaan mengenai prinsip
Islam dalam dunia usaha tentunya sangatlah panjang, tetapi dalam bahasan
singkat ini kita bisa mendapat gambaran tentang garis besar tentang
prinsip-prinsip moral yang harus dipegang teguh oleh seorang pebisnis Muslim.
1. Niat yang Ikhlas.
Keikhlasan adalah perkara yang
amat menentukan. Dengan niat yang ikhlas, semua bentuk pekerjaan yang berbentuk
kebiasaan bisa bernilai ibadah. Dengan kita lain aktivitas usaha yang kita
lakukan bukan semata-mata urusan harta an perut tapi berkaitan erat dengan
urusan akhirat.
Allah I telah menegaskan bahwa
hakekatnya tujuan manusia diciptakan di muka bumi adalah untuk beribadah kepadaNya
“ Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah
kepaKu”(QS Adz Dzariyat ayat 56), maka tentunya semua aktivitas kita di dunia
tidak lepas dari tujuan itu pula. Rasulullah e bersabda “ Sesungguhnya amalan
itu dengan niatnya ….”(Shahih Targhib wa Tarhib No.10)
Contoh niat yang ikhlas dalam
usaha bisa berlaku dlam lingkup pribadi maupun sosial. Dalam lingkup pribadi
misalnya meniatkan usaha yang halal untuk menjaga diri dari memakan harta
dengan cara haram, memelihara diri dari sikap meminta-minta, untuk mendukung
kesempurnaan ibadah kepada Allah I, menjaga silaturrahim dan hubungan kerabat
dan motivasi positif lainya
Dalam lingkup sosial, misalnya
meniatkan diri mencari harta untuk ikut andil dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat muslim, memberi kesempatan bekerja yang halal bagi orang lain,
membebaskan ummat dari ketergantungan terhadap produk “orang lain”, dan motif
sosial lainnya.
Niat-seperti diaktakan sebagian
orang-adalah bisnisnya para ulama. Karena pahala dari suatu perbuatan bisa
bertambah berkali-kali lipat jika didasari dengan niat yang ikhlas.
2. Akhlaq yang Mulia
Menjaga sikap dan perilaku dalam
berbisnis adalh prinsip penting bagi seorang pebisnis muslim. Ini karena Islam
sangat menekankan perilaku (aklhaq) yang baik dalam setiap kesempatan, termasuk
dala berbisnis. Sebagaimana sabda Rasulullah e “….dan pergaulilah manusia
dengan akhlaq yang baik” (Sahihul Jami’ No 97).
Akhlaq mulia dalam berbisnis
ditekankan oleh Rasulullah e dalam sabdanya “Seorang pedagang yang jujur dan
dapat dipercaya akan dikumpulkan bersama para nabi para shiddiq dan
oarang-orang yang mati syahid. Dalam kesempatan lain Rasulullah e bersabda
“Semoga Allah memberi rahmatNya kepada orang yang suka memberi kelonggaran
kepada orang lain ketika menjual, membeli atau menagih hutang” (Shahih Bukhari
No.2076). Di antara akhlaq mulia dalam berbisnis adalah menepati janji, jujur,
memenuhi hak orang lain, bersikap toleran dan suka memberi kelonggaran.
3. Usaha yang Halal
Seorang pebisnis muslim tentunya
tidak ingin jika darah dagingnya tumbuh dari barang haram, ia pun tak ingin
memberi makan kelauraganya dari sumber yang haram karena kan sungguh berat
konsekuensinya di akhirat nanti. Dengan begitu, ia akan selalu berhati-hati dan
berusaha melakuan usaha sebatas yang dibolehkan oleh Allah I dan RasulNya.
Rasulullah e bersabda : “Setiap
daging yang tumbuh dari barang haram maka neraka lebih berhak baginya”
(Shahihul Jami’ No. 4519)
4. Menunaikan Hak
Seorang pebisnis muslim
selayaknya bersegera dalam menunaikan haknya, seprti hak aryawannya mendapat
gaji, tidak menunda pembayaran tanggungan atau hutang, dan yang terpenting
adalah hak Allah I dalam soal harta seperti membayar zakat yang wajib. Juga,
hak-hak orang lain dalam perjanjian yang telah disepakati.
Dalil yang menunjukkan hal ini
adalh peringatan Rasulullah e kepada oarang mampu yang menunda pembayaran
hutangnya “Orang kaya yang memperlambat pembayaran hutang adalah kezaliman” (HR
Bukhari, Muslim dan Malik)
5. Menghindari Riba dan Segala Sarananya
Soerang muslim tentu meyakini
bahwa riba termasuk dosa besar, yang sangat keras ancamannya. Maka pebisnis
muslim akan berusaha keras untuk tidak terlibat sedikitpun dalam kegiatan usaha
yang mengandung unsur riba. Ini mengingat ancaman terhadap riba bukan hanya
kepada pemakannya tetapi juga pemberi, pencatat, atau saksi sekalipun
disebutkan dalam hadits Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah e melaknat mereka
semuanya dan menegaskan bahwa mereka semua sama saja (Shahih Muslim No. 1598)
6. Tidak Memakan Harta Orang Lain Dengan Cara Bathil
Tidak halal bagi seorang muslim
untuk mengambil harta orang lain secara tidak sah. Allah I dengan tegas telah
melarang hal ini dalam kitabNya. Ini meliputi segala kegiatan yang dapat
menimbulkan kerugian bagi orang lain yang menjadi rekakan bisnisnya, baik itu
dengan cara riba, judi, kamuflase harga, menyembunyikan cacat barang atau
produk, menimbun, menyuap, bersumpah palsu, dan sebagainya. Orang yang memakan
harta orang lain dengan cara tidak sah berarti telah berbuat dhalim (aniaya)
terhadap orang lain. Allah I berfirman: ”Dan janganlah sebahagian kamu memakan
harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan kamu
membawa harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada
harta benda orang lain itu dengan dosa, padahal kamu mengetahui”.(QS Al Baqarah
188)
7. Komitmen terhadap peraturan dalam bingkai syari’at
Soerang pebisnis muslim tidak
akan membiarkan dirinya terkena sanksi hukuman undang-undang hukum positif yang
berlaku di tenagh masyarakat. Misalnya dalam hal pajak, rekening membenahi
sistem akuntansi agar tidak terkena sangsi karena melanggar hukum. Hal itu
dilakukannya bukan untuk menetapkan adanya hak membyuat hukum ekpada manusia,
tetapi semata-mata untuk mengokohkan kewajiban yang diberikan Allah I padanya
dan mencegah terjadinya keruskan yang mungkin timbul
8. Tidak Membahayakan/Merugikan Orang Lain
Rasulullah e telah memberikan
kaidah penting dalam mencegah hal-hal yang membahayakan, dengan sabdanya “
Tidak dihalalkan melakukan bahaya atau hal yang membahayakan orang lain
(Irwa’ul Ghalil No 2175)”. Termasuk katagori membahayakan orang lain adalah
menjual barang yang mengancam kesehatan orang lain seperti obat-obatan
terlarang, narkotika, makanan yang kedaluwarsa. Atau melakukan hal yang
membahayakan pesaingnya dan berpotensi menghancurkan usaha pesaingnya, seperti
menjelek-jelekkan pesaing, memonopoli, menawar barang yang masih dalam proses tawar-menawar
oleh orang lain. Seorang pebisnis muslim hendaknya bersikap fair dalam
berkompetisi, dan tidak melakukan usaha yang mengundang bahaya bagi dirinya
maupun orang lain.
9. Loyal Terhadap Orang Beriman
Pebisnis muslim sekaliber apapun
tetaplah bagian dari umat Islam. Sehingga sudah selayaknya ia melakukan hal-hal
yang membantu kokohnya pilar-pilar masyarakat Islam dalam skala interasional,
regional maupun lokal. Tidak sepantasnya ia bekerjasama dengan pihak yang
nyata-nyata menampakkan permusuhannya terhadap umat Islam. Ini merupakan bagian
dari prinsip Al Wala’ (Loyalitas) dan Al Bara’ (berlepas diri) yang merupakan
bagian dari aqidah Islam. Sehingga ketika melaksanakan usahanya, seorang muslim
tetap akan mengutamakan kemaslahatan bagi kaum muslimin dimanapun ia berada.
Allah I berfirman : “Janganlah orang-orang mu’min mengambil orang-orang kafir
menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Barang siapa berbuat
demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena memelihara
diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu
terhadap diri -Nya. Dan hanya kepada Allah kembali.” (QS Ali Imran 28)
10. Mempelajari Hukum dan Adab Mu’amalah Islam
Dunia bisnis yang merupakan
interaksi antara berbagai tipe manusia sangat berpotensi menjerumuskan para
pelakunya ke dalam hal-hal yang diharamkan. Baik karena didesak oleh kebutuhan
perut, diajak bersekongkol dengan orang lain secara tidak sah atau karena
ketatnya persaingan yang membuat dia melakukan hal-hal yang terlarang dalam
agama. Karena itulah seorang Muslim yang hendak terjun di dunia ini harus
memahami hukum-hukum dan aturan Islam yang mengatur tentang mu’amalah. Sehingga
ia bisa memilah yang halal dari yang haram, atau mengambil keputusan pada
hal-hal yang tampak samar (syubhat).
Mengingat pentingnya mempelajari
hukum-hukum jual beli inilah, Khalifah Umar bin Khatab mengeluarkan dari pasar
orang-orang yang tidak paham hukum jual beli.
Dinukil dengan beberapa adaptasi
dari
Judul Buku : Fiqih Ekonomi
Keuangan Islam,
Penulis : Prof. Dr. Shalah Ash
Shawi dan Prof. Dr. Abdullah Al Muslih,